JAKARTA - Kehangatan dan interaksi yang menyentuh tampak jelas saat Anies Baswedan, tokoh nasional sekaligus alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM), menyambangi para mahasiswa yang tengah menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Randusari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.
Dalam kunjungan itu, Anies tidak hanya hadir sebagai tokoh publik, tetapi juga sebagai seorang senior yang mencoba menyatu dengan kegiatan mahasiswa. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini tampak membaur dan berdialog akrab dengan para mahasiswa yang sedang mengabdikan diri di tengah masyarakat desa.
Momen itu terlihat dalam unggahan media sosial resminya, di mana Anies membuka percakapan dengan menanyakan langsung pengalaman mereka selama menjalani program KKN. “Ini saya lagi di tempat KKN mahasiswa UGM. Kesan KKN-nya gimana?” tanya Anies, menyapa hangat para mahasiswa.
Pertanyaan tersebut disambut antusias oleh para peserta. Rania, salah satu mahasiswi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, menjawab dengan lugas dan jujur, “Terus terang kesannya menantang,” katanya di hadapan Anies yang juga dikenal sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta tokoh yang lekat dengan dunia pendidikan.
Tak hanya satu, beberapa mahasiswa lain turut berbagi cerita. Putra, mahasiswa dari Sekolah Vokasi, menuturkan pengalaman uniknya selama berinteraksi langsung dengan warga desa. “Seru. Rasanya seru. Yang paling berkesan bisa bertemu langsung dengan masyarakat,” ujarnya penuh semangat.
Dalam menjalankan program KKN, para mahasiswa ini tak hanya tinggal di desa, tetapi benar-benar menyatu dengan kehidupan masyarakat. Mereka menetap di rumah-rumah warga, berbagi ruang dan cerita, serta menjalankan berbagai program kerja yang telah dirancang sejak awal keberangkatan.
Kegiatan mereka mencerminkan kepedulian terhadap isu lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Rania, misalnya, memadukan kecintaannya terhadap seni dengan isu pengelolaan sampah. “Saya suka kesenian. Jadi sampahnya dibikin kerajinan. Agar sampahnya tidak terbuang sia-sia,” ungkapnya, menjelaskan bahwa kreativitas bisa menjadi solusi atas persoalan lingkungan.
Mia, dari Fakultas Ilmu Budaya, juga membawa inovasi lain yang tak kalah menarik. Ia mempraktikkan cara mengolah minyak jelantah menjadi sabun yang bisa digunakan kembali oleh masyarakat. “Kalau saya praktik dari minyak jelantah dibuat sabun,” katanya sambil menunjukkan hasil karyanya.
Sementara itu, Intan dari Fakultas Pertanian fokus pada pengolahan limbah organik. Ia mengembangkan cara sederhana mengubah sampah organik menjadi pupuk cair, yang bisa dimanfaatkan langsung oleh warga desa. “Saya pemilahan sampah organik menjadi pupuk organik cair,” ujarnya.
Adit, mahasiswa Fakultas Kehutanan, menambahkan nilai estetika dalam program KKN-nya. Ia memperkenalkan teknik ecoprint dengan metode pounding, yakni mencetak motif tumbuhan pada kain sebagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam lokal. “Kalau saya ecoprint dengan teknik pounding,” ucapnya singkat namun penuh makna.
Tak ketinggalan Tata dari Fakultas Ilmu Budaya, yang menggarap isu digitalisasi untuk pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Desa Randusari. “Kebetulan di Randusari banyak usaha kecil menengah,” jelasnya. Programnya fokus pada pendataan dan promosi digital UMKM lokal agar lebih dikenal luas.
Para mahasiswa juga berbagi cerita mengenai dinamika tinggal bersama selama masa KKN. “Seru juga. Ada 14 mahasiswa dalam satu rumah,” tutur mereka, menggambarkan keakraban dan kebersamaan yang tumbuh selama program berlangsung.
Anies pun tak lupa membagikan pengalamannya sendiri ketika mengikuti KKN semasa kuliah dulu. Ia menyebutkan bahwa dirinya pernah menjalani KKN di Ajibarang, Banyumas, bersama kelompok kecil yang terdiri dari enam hingga tujuh orang. Kenangan itu ia sampaikan dengan harapan agar para mahasiswa saat ini juga mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan. “Mudah-mudahan KKN kalian sukses dan bermanfaat bagi masyarakat semua,” ujarnya menutup kunjungan dengan doa dan semangat.
Kehadiran Anies di tengah mahasiswa KKN tidak hanya menjadi bentuk dukungan terhadap kegiatan akademik dan pengabdian masyarakat, namun juga menjadi simbol kesinambungan antara generasi. Ia hadir sebagai bagian dari perjalanan yang sama pernah menjadi mahasiswa, menjalani KKN, dan kini menyapa mereka yang sedang berada di jalur yang ia tempuh dahulu.
Kunjungan tersebut meninggalkan kesan mendalam bagi para mahasiswa. Selain mendapatkan motivasi dari seorang tokoh nasional, mereka juga merasakan bahwa apa yang mereka lakukan mendapat perhatian nyata. Program-program yang mereka jalankan pun menjadi bukti bahwa kontribusi nyata bisa datang dari kalangan muda yang peduli terhadap lingkungan, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Melalui perjumpaan ini, tampak jelas bahwa pendidikan tidak hanya soal ruang kelas, tetapi juga tentang menyatu dengan masyarakat, belajar dari mereka, dan memberikan kembali yang terbaik. Sebuah nilai yang dihidupi oleh para mahasiswa UGM dan didukung sepenuhnya oleh Anies Baswedan sebagai tokoh yang pernah menempuh jalan serupa.