JAKARTA - Pemerintah terus berupaya menggenjot sektor properti yang memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, terutama melalui dukungan pembiayaan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di bidang konstruksi. Menteri BUMN Erick Thohir memastikan bahwa bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) telah siap menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus untuk UMKM konstruksi. Langkah ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk mempercepat pembangunan perumahan sekaligus mendorong pemulihan ekonomi di tengah tantangan global saat ini.
Erick menjelaskan bahwa tidak ada kendala signifikan dari sisi pendanaan bagi penyaluran KUR sektor konstruksi. Bank-bank anggota Himbara sudah berada dalam posisi siap sedia untuk mendukung pembiayaan tersebut. Bahkan, Erick optimistis bahwa perbankan swasta juga akan ikut berperan aktif dalam menyalurkan KUR, memperluas jangkauan akses modal bagi UMKM konstruksi di berbagai daerah. "Jadi untuk pendanaan tidak ada masalah dan ini bagian dari kebijakan yang diminta oleh Bapak Presiden melalui Pak Menko. Bagaimana pemerintah hadir untuk menstimulus ekonomi terutama di sektor properti yang saat ini tentu masih ada tekanan," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
Penting dicatat bahwa penyaluran KUR untuk UMKM konstruksi ini tidak menambah target nasional KUR yang telah ditetapkan pemerintah. Erick menegaskan bahwa skema pembiayaan ini sudah termasuk dalam pagu KUR 2025 yang sebesar lebih dari Rp 300 triliun. “Dan policy pemerintah mengenai KUR itu kan kurang lebih payungnya ada Rp 300 triliun lebih. Ini masuk ke dalam itu. Jadi bukan menambah yang di atas Rp 300 triliun,” tambahnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melengkapi informasi dengan membeberkan plafon kredit yang disiapkan bagi pelaku UMKM konstruksi. Ia menyebut plafon kredit KUR bagi kontraktor UMKM bisa mencapai Rp 5 miliar. Dengan jumlah plafon ini, pelaku usaha mampu membangun sekitar 38 hingga 40 unit rumah tipe 36. Selain itu, pembiayaan juga ditujukan bagi individu perorangan yang membutuhkan dana untuk renovasi rumah yang digunakan sebagai tempat usaha maupun tempat tinggal. Untuk kebutuhan tersebut, pemerintah menyiapkan plafon sekitar Rp 13 triliun, sementara tambahan plafon untuk perumahan sebesar Rp 117 triliun. “Kemudian juga diberikan untuk demand side untuk perorangan, di mana untuk demand side ini bisa juga untuk renovasi rumah yang digunakan untuk usaha ataupun renovasi rumah. Dengan demikian kita akan mempersiapkan plafonnya kira-kira Rp 13 triliun, sedangkan untuk perumahan tadi tambahan plafon sebanyak Rp 117 triliun,” jelas Airlangga.
Salah satu insentif yang sangat diharapkan dapat mendorong minat UMKM konstruksi memanfaatkan KUR adalah subsidi bunga tetap sebesar 5%. Dengan skema ini, misalnya jika perbankan mengenakan bunga KUR sebesar 11%, pelaku UMKM hanya perlu membayar 6%. Jika bunga bank 12%, maka pelaku usaha cukup membayar 7%, menyesuaikan dengan kebijakan bunga perbankan yang bersangkutan, baik dari Himbara maupun swasta. “Untuk sektor perumahan atau konstruksi, pemerintah akan memberikan fixed subsidi bunga sebesar 5%. Jadi kalau perbankan memberikan bunga KUR 11%, maka kontraktor UMKM bisa membayar 6%. Tapi kalau dia kasih 12% ya bayarnya 7%, sesuai dengan perbankan masing-masing, Himbara maupun swasta,” papar Airlangga.
Menurut Airlangga, kebijakan ini tidak hanya bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi secara makro, tetapi juga menjawab kebutuhan mendesak akan papan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sektor konstruksi dinilai memiliki efek berantai yang besar terhadap perekonomian karena mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan menggerakkan industri-industri terkait seperti semen, baja, dan bahan bangunan lainnya.
Kondisi sektor properti nasional sempat mengalami tekanan akibat tantangan ekonomi global yang membuat permintaan rumah baru stagnan di sejumlah daerah. Oleh karena itu, upaya pemerintah mendorong penyaluran KUR untuk UMKM konstruksi menjadi solusi strategis yang diharapkan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi backlog perumahan nasional yang selama ini menjadi masalah serius.
Tidak hanya memperluas akses pembiayaan, pemerintah juga berencana mengharmonisasi regulasi untuk mempercepat realisasi proyek perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Menurut Airlangga, penyempurnaan regulasi akan mengintegrasikan kebijakan fiskal dan moneter agar penyaluran KUR dapat berjalan optimal dan memberikan dampak maksimal.
Dari sisi perbankan, Erick Thohir menilai bahwa kondisi likuiditas perbankan di Indonesia hingga pertengahan 2025 relatif stabil, sehingga mendukung kesiapan Himbara untuk menyalurkan KUR sektor konstruksi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan pemerintah mampu menjaga kepercayaan pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian ekonomi global. Erick menyatakan bahwa KUR untuk UMKM konstruksi memiliki potensi besar dalam menguatkan perekonomian daerah karena sebagian besar proyek perumahan dilakukan oleh kontraktor lokal skala kecil dan menengah.
Lebih lanjut, Erick menggarisbawahi pentingnya peran KUR tidak hanya sebagai pembiayaan modal kerja, tetapi juga sebagai sarana mendukung modernisasi proses bisnis kontraktor UMKM. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan teknologi digital untuk pengajuan KUR hingga pemantauan proyek, yang akan meningkatkan transparansi dan efisiensi.
Dengan dukungan sinergi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, perbankan, dan pelaku usaha, Erick yakin bahwa program KUR untuk UMKM konstruksi dapat berkontribusi signifikan dalam mencapai target pembangunan satu juta rumah per tahun yang sudah lama dicanangkan pemerintah. Melalui langkah-langkah konkret ini, sektor konstruksi diharapkan menjadi penggerak utama perekonomian nasional sekaligus solusi jangka panjang bagi kebutuhan hunian rakyat.