Sri Mulyani

Sri Mulyani Pimpin Integrasi Sistem Pendapatan Negara Terpadu

Sri Mulyani Pimpin Integrasi Sistem Pendapatan Negara Terpadu
Sri Mulyani Pimpin Integrasi Sistem Pendapatan Negara Terpadu

JAKARTA - Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terus mendorong inovasi dalam pengelolaan pendapatan negara. Salah satu terobosan penting adalah integrasi tiga sistem utama pendapatan negara, yakni coretax, CEISA, dan SIMPONI. Integrasi ini diharapkan bisa menghadirkan pengawasan yang lebih konsisten, akurat, serta pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat dan pelaku usaha.

Menurut Sri Mulyani, langkah ini sangat penting untuk memperkuat transparansi dan akurasi data penerimaan negara dari pajak, kepabeanan, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). “Untuk meningkatkan pelayanan dan meningkatkan transparansi serta akurasi data untuk pemungutan penerimaan negara baik pajak, kepabeanan, maupun PNBP,” ujarnya.

Apa Itu Coretax, CEISA, dan SIMPONI?

Coretax adalah sistem administrasi perpajakan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggantikan sistem lama SIDJP. Meski baru diimplementasikan sejak awal 2025, coretax masih mengalami sejumlah kendala teknis yang sedang diperbaiki, terutama terkait pelaporan SPT dan layanan wajib pajak. Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menyebut beberapa proses bisnis di coretax sudah stabil, seperti pendaftaran wajib pajak dan pembayaran pajak.

Sementara itu, CEISA adalah sistem informasi kepabeanan dan cukai yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Sistem ini sudah digunakan sejak 2012 dan telah diperbarui ke versi 4.0 yang berbasis web, memungkinkan integrasi beberapa modul layanan dalam satu portal tanpa perlu instalasi tambahan.

Sedangkan SIMPONI adalah sistem billing untuk pembayaran PNBP yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Dengan integrasi ketiga sistem ini, Kementerian Keuangan berharap pengelolaan pendapatan negara menjadi lebih terpadu dan efisien.

Tantangan dan Peluang di Tahun 2025

Meski ada kemajuan teknologi, pemerintah tetap menghadapi tantangan besar di tahun 2025. Proyeksi defisit APBN mencapai Rp662 triliun atau 2,78% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih besar dari target awal. Sri Mulyani menyatakan bahwa pelebaran defisit ini masih manageable dan dapat dikendalikan selama pengelolaan penerimaan negara terus diperbaiki.

Salah satu faktor penyebab defisit melebar adalah proyeksi penerimaan pajak yang diperkirakan tidak mencapai target, disebabkan oleh kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan pelemahan daya beli masyarakat. Namun, penerimaan pajak diperkirakan masih tumbuh 7,5% dibanding tahun sebelumnya, meskipun hanya mencapai sekitar 94,9% dari target Rp2.189,3 triliun.

Dukungan Regulasi untuk Perbaikan Ekonomi

Selain perbaikan sistem, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 28/2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. PP ini memperkuat transformasi ekonomi melalui tiga terobosan: kepastian layanan perizinan (SLA), pemberlakuan prinsip fiktif positif, dan penyederhanaan proses perizinan usaha mikro dan kecil melalui Online Single Submission (OSS). Kebijakan ini juga berperan dalam mendukung penanaman modal dan pemberian insentif pajak.

Sri Mulyani dan jajaran Kemenkeu optimis bahwa kombinasi integrasi teknologi informasi dengan kebijakan regulasi ini akan mempercepat pemulihan ekonomi dan meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan.

Harapan ke Depan

Integrasi coretax, CEISA, dan SIMPONI bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi pondasi penting untuk membangun tata kelola fiskal yang modern dan transparan. Dengan sistem terpadu, pengawasan menjadi lebih baik dan meminimalisir risiko kesalahan atau manipulasi data.

Sri Mulyani menekankan pentingnya sinergi antar unit di Kementerian Keuangan dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lain, termasuk dunia usaha dan masyarakat luas, agar transformasi digital ini berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia bisa mengelola penerimaan negara secara lebih efektif, menjaga stabilitas fiskal, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta berkelanjutan. Sri Mulyani menjadi sosok sentral yang mengawal proses tersebut dengan visi kuat menuju pengelolaan keuangan negara yang lebih baik dan transparan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index