JAKARTA - Petani jagung di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tengah menghadapi kenyataan pahit. Meskipun pemerintah telah menetapkan harga pembelian jagung dari petani, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak tengkulak dan pengusaha yang membeli jagung jauh di bawah harga yang telah ditetapkan pemerintah, yang dikenal dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Praktik ini tentunya sangat merugikan petani dan berpotensi mengganggu target swasembada pangan yang telah lama dicita-citakan.
Tengkulak Membeli Jagung di Bawah Harga yang Ditentukan Pemerintah
Di tengah panen raya jagung, petani jagung di sejumlah daerah di Pulau Sumbawa menghadapi situasi yang memprihatinkan. Di Desa Kokarlian, Kabupaten Sumbawa Barat, misalnya, harga jagung yang dibeli oleh tengkulak hanya sebesar Rp2.800 per kilogram. Angka ini jauh di bawah HPP yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp5.500 per kilogram. Harga yang tidak sesuai dengan ketetapan ini jelas merugikan para petani, yang berharap bisa mendapatkan harga yang adil untuk hasil pertanian mereka.
"Petani kita menjerit. HPP yang telah ditentukan pemerintah tidak berjalan di lapangan. Pengusaha dan tengkulak membeli jagung semau-nya, tanpa mengindahkan aturan," ujar Johan Rosihan, Anggota DPR RI Komisi IV yang membidangi sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan, yang berasal dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat 1, Pulau Sumbawa.
Tindak Lanjut Pemerintah yang Terlambat
Johan Rosihan menyoroti lambatnya respons pemerintah, khususnya Badan Urusan Logistik (Bulog), dalam menyerap hasil panen jagung dari petani. Ia meminta Bulog untuk lebih aktif dan cepat dalam menyerap jagung, agar harga jual jagung tidak jatuh terlalu jauh dari harga yang ditentukan pemerintah.
"Bulog seharusnya menjadi ujung tombak swasembada pangan. Tapi kalau kalah sigap dari pengusaha nakal, bagaimana bisa petani merasa dilindungi? Pemerintah harus segera bertindak," tegas Johan.
Menurutnya, apabila pemerintah tidak segera bertindak untuk menindak tengkulak yang melanggar aturan harga, maka akan ada dampak yang jauh lebih besar. Selain merugikan petani, hal ini juga dapat mengancam stabilitas pasokan pangan di dalam negeri, mengingat jagung adalah salah satu komoditas penting dalam ketahanan pangan Indonesia.
Pengawasan dan Ketegasan yang Lemah
Johan juga menilai bahwa lemahnya pengawasan dan ketegasan pemerintah terhadap pelanggaran harga jagung ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan sektor pertanian di Indonesia. Ia khawatir, jika masalah ini terus dibiarkan, petani akan kehilangan semangat untuk terus menanam jagung, yang pada akhirnya dapat mengganggu swasembada pangan dan meningkatkan ketergantungan Indonesia pada impor jagung.
"Pemerintah harus segera memberi sanksi nyata kepada pengusaha dan tengkulak yang membeli jagung di bawah HPP. Ini adalah bentuk pelanggaran terhadap kebijakan harga pemerintah yang seharusnya melindungi petani. Jangan sampai petani kita selalu jadi korban permainan pasar," tambah Johan.
Evaluasi Rantai Pasok Jagung di Lapangan
Selain meminta pemerintah untuk lebih tegas menindak tengkulak dan pengusaha yang melanggar HPP, Johan juga mendesak Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk segera mengevaluasi rantai pasok jagung di lapangan. Ia menyarankan agar pemerintah mencari solusi bersama, jika ada kendala terkait kapasitas gudang Bulog atau keterbatasan anggaran yang menghambat penyerapan jagung.
"Jika Bulog terkendala kapasitas gudang atau anggaran, Komisi IV DPR RI siap mencari solusi bersama. Yang penting adalah agar petani mendapatkan harga yang sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah," ujar Johan.
Rapat Koordinasi untuk Mencari Solusi
Johan juga menegaskan bahwa Komisi IV DPR RI akan segera mengagendakan rapat koordinasi dengan Kementerian Pertanian, Bulog, dan Bapanas untuk membahas solusi konkret atas masalah ini. Ia berharap rapat koordinasi tersebut dapat menghasilkan langkah-langkah nyata yang dapat mengatasi persoalan harga jagung yang merugikan petani.
"Saya minta agar pemerintah segera menindaklanjuti masalah ini dengan langkah yang konkret. Kami di Komisi IV DPR RI akan terus memantau perkembangan situasi ini dan memastikan agar petani mendapatkan perlindungan yang layak," tegas Johan.
Dampak Panen Raya yang Tidak Seimbang dengan Harga
Kondisi yang dihadapi petani jagung di Pulau Sumbawa ini juga dipengaruhi oleh ketidakseimbangan antara hasil panen yang melimpah dengan harga yang tidak sesuai harapan. Di satu sisi, para petani harus berjuang keras untuk merawat tanaman jagung mereka hingga panen, namun di sisi lain mereka harus menghadapi kenyataan pahit berupa harga jagung yang sangat rendah, jauh di bawah HPP yang telah ditetapkan pemerintah.
"Petani sudah berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan produksi jagung, tapi jika harga yang diterima tidak sesuai dengan harapan, maka mereka akan enggan untuk menanam jagung lagi pada musim berikutnya. Ini tentu akan berdampak buruk pada keberlangsungan sektor pertanian di Indonesia," tambah Johan.
Menjaga Swasembada Pangan melalui Keputusan Tegas Pemerintah
Sebagai negara agraris, Indonesia sangat bergantung pada sektor pertanian untuk menjaga ketahanan pangan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk menjaga agar harga hasil pertanian, termasuk jagung, tetap stabil dan menguntungkan petani. Dengan harga yang adil dan perlindungan yang memadai, petani akan merasa didukung untuk terus berproduksi dan berkontribusi pada swasembada pangan.
"Ini saatnya pemerintah mengambil langkah tegas dan konkret untuk melindungi petani. Jika pemerintah tidak bergerak cepat, maka sektor pertanian kita bisa mengalami kemunduran yang serius," tutup Johan Rosihan.
Dengan adanya tuntutan dari anggota DPR ini, diharapkan pemerintah dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan kesejahteraan petani, dan mencegah praktik-praktik yang merugikan di pasar. Sektor pertanian Indonesia harus dilindungi agar tetap menjadi tulang punggung ketahanan pangan negara.