JAKAERA - Dalam sebuah upaya yang luar biasa untuk mengungkap sejarah yang terkubur, Kementerian Kebudayaan Indonesia berencana melibatkan pakar arkeometri dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengidentifikasi kerangka tulang belulang tentara Jepang yang gugur selama Perang Dunia II di Pulau Biak, Papua. Sebanyak 350 hingga 400 kerangka tersebut diharapkan dapat diidentifikasi, memberikan wawasan penting tentang salah satu periode sejarah paling gelap di wilayah tersebut.
Dalam pernyataannya di Biak, Sabtu, Pamong Budaya Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Valentinus Sriwijaya Atmoko, menjelaskan bahwa dukungan dari para pakar arkeometri sangat diharapkan untuk membantu proses identifikasi ini. "Dukungan arkeometri sangat penting. Kami berharap proses ini dapat mengumpulkan, menganalisis, mensintesis, dan menafsirkan data secara empiris dan sistematis terkait catatan materi anorganik dan organik dari sejarah manusia," ujarnya.
Identifikasi tulang belulang ini bukanlah pekerjaan mudah. Ini melibatkan berbagai langkah analisis untuk menentukan batalion atau divisi dari tentara Jepang yang gugur, dan juga mungkin memberikan penjelasan lebih lanjut tentang keadaan mereka saat itu. "Semoga dengan dilakukan identifikasi, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang dapat mengetahui apakah benar kerangka tentara Jepang dari divisi atau batalion mana dapat diketahui," tambah Valentinus.
Proses pemulangan kerangka ini merupakan bagian dari kesepakatan yang telah terjalin antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang sejak 2019. Kesepakatan tersebut awalnya dibuat untuk jangka waktu tertentu dan telah diperpanjang setiap tiga tahun sekali, menunjukkan betapa pentingnya misi ini bagi kedua negara.
Pentingnya Identifikasi di Tengah Stabilitas Hubungan Bilateral
Kegiatan identifikasi ini tidak hanya penting dari segi arkeologis, tetapi juga untuk memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang. Mengingat bahwa kerangka ini adalah saksi bisu dari masa kelam dan tragis dalam sejarah kedua negara, proses pemulangan ini juga dipandang sebagai langkah diplomatis yang bisa membawa dampak positif pada hubungan kedua bangsa.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, dalam pernyataan terpisah menambahkan, "Ini adalah langkah penting dalam menghormati dan mengenang jasa para korban perang, serta mempererat hubungan baik antara Indonesia dan Jepang. Kami ingin ini menjadi bukti bahwa meskipun masa lalu tidak bisa diubah, kita dapat melanjutkan dengan saling menghormati dan memahami."
Proses identifikasi nantinya diharapkan dapat dilakukan secara transparan dan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk keluarga korban di Jepang, untuk memastikan bahwa semua langkah diambil dengan hormat dan integritas.
Proses Identifikasi Secara Mendetail dengan Arkeometri
Melibatkan pakar arkeometri dari BRIN adalah langkah strategis yang diambil Kementerian Kebudayaan. Teknik dan teknologi arkeometri dapat memberikan informasi mendalam tentang asal-usul tulang belulang ini, usia pada saat kematian, dan bahkan penyakit atau cedera yang diderita oleh individu tersebut. Ini memberikan konteks tambahan yang sangat berharga dalam pemahaman kita tentang masa perang di wilayah ini.
Arkeometri adalah cabang ilmu pengetahuan yang menggabungkan metode ilmiah seperti kimia, fisika, dan biologi dalam studi dan analisis barang-barang arkeologis. Dalam kasus ini, analisis isotop, teknik penanggalan radiokarbon, dan teknik lainnya akan digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik tulang dengan lebih akurat.
Kementerian Kebudayaan berharap bahwa hasil dari penelitian ini dapat dipublikasikan dan digunakan sebagai bahan pelajaran bagi generasi mendatang. Ini bukan hanya tentang memulangkan tulang belulang, tetapi juga menjaga memori kolektif tentang apa yang terjadi di masa lalu, dan pelajaran apa yang bisa diambil darinya.
Tahap Selanjutnya dari Kerja Sama
Langkah selanjutnya setelah identifikasi tulang belulang ini adalah memastikan mereka dapat dipulangkan dan dimakamkan dengan layak. Pemerintah Jepang diharapkan memainkan peran penting dalam hal ini, dengan memberikan bantuan logistik dan koordinasi dengan keluarga korban di Jepang.
"Pemerintah Jepang telah menunjukkan komitmen tinggi dalam kerja sama ini, dan kami berharap bahwa ini dapat terus berlanjut hingga semua kerangka berhasil diidentifikasi dan dipulangkan," kata Valentinus.
Memulangkan tulang belulang ini bukan semata-mata tanggung jawab bilateral, tetapi gambaran dari tanggung jawab global untuk menghormati mereka yang telah jatuh akibat perang. Langkah ini adalah contoh dari bagaimana negara-negara dapat bekerja sama untuk memulihkan bagian kecil dari sejarah dunia yang kompleks.
Dengan kerja sama lintas negara dan keahlian dari para pakar arkeometri, diharapkan bahwa misi identifikasi dan pemulangan ini dapat selesai sesuai rencana, memberikan akhir yang layak bagi para korban, serta memperkuat hubungan antara Indonesia dan Jepang di masa depan.