JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menggencarkan penyelidikan kasus dugaan korupsi berbentuk gratifikasi yang melibatkan mantan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta, Muhamad Haniv. Langkah ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk menuntaskan kasus korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan yang kerap menjadi sorotan publik.
Pada hari Selasa, 4 Maret 2025, KPK melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait dugaan korupsi yang sedang diusut. "Kemarin, Selasa, 4 Maret, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan," ujar Tessa Mahardhika Sugiarto, juru bicara KPK, dalam keterangannya pada Rabu, 5 Maret 2025.
Dalam proses pemeriksaan ini, KPK mendalami berbagai aspek terkait aliran dana yang diduga sebagai bagian dari modus korupsi tersebut. Salah satu saksi yang diperiksa, Direktur KSO Summarecon Serpong, Sharif Benyamin, dimintai keterangan tentang aliran dana kepada mantan pejabat pajak, Muhamad Haniv. Tidak hanya itu, KPK juga memeriksa Shitta Amalia, pegawai negeri sipil di KPP PMA 6 Ditjen Pajak, terkait kebijakan permintaan dana untuk sebuah fashion show yang menjadi salah satu topik hangat dalam kasus ini.
Sementara itu, hadir pula dalam daftar pemeriksaan Direktur PT. Prima Konsultan Indonesia, Sugianto Halim, meskipun Sugianto tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Absennya Sugianto menjadi perhatian tersendiri bagi KPK dalam penyelidikan ini, dan tindakan lebih lanjut mungkin diambil untuk memastikan kehadirannya dalam proses hukum yang berlangsung.
Sebagai bagian dari penyidikan ini, KPK menetapkan Muhamad Haniv alias Mohamad Haniv sebagai tersangka atas dugaan penerimaan gratifikasi dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terkait pekerjaannya sebagai pejabat pajak. Hal ini diungkapkan oleh Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK, dalam sebuah konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada 25 Februari 2025. "Pada 12 Februari 2025, KPK menetapkan tersangka Mohamad Haniv alias Muhamad Haniv alias Muhammad Haniv," ucap Asep.
Investigasi menunjukkan bahwa pada periode 2013-2018, Haniv melakukan berbagai transaksi keuangan dengan nilai signifikan yang melibatkan perusahaan valuta asing serta pihak-pihak terkait. Transaksi ini mencapai total Rp 6.665.006.000. Selain itu, dugaan gratifikasi untuk keperluan fashion show sebesar Rp 804.000.000, serta penempatan dana pada deposito BPR sebesar Rp 14.088.834.634, semakin memperberat kasus ini. Total penerimaan yang diduga ilegal ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp 21.560.840.634 atau Rp 21,5 miliar.
Penyelidikan terhadap mantan pejabat DJP ini menyoroti pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan di lembaga pemerintahan. Kasus ini juga menunjukkan bagaimana aparatur negara dapat terjebak dalam praktik korupsi ketika pengawasan dan transparansi tidak diterapkan secara konsisten.
Dalam hal ini, KPK melakukan langkah-langkah proaktif untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum secara tegas ditindak. Upaya ini juga bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas lembaga negara. KPK berkomitmen untuk membawa kasus ini hingga tuntas dan memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat mendapat hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Terkait penyelidikan yang terus berlangsung, KPK mengingatkan semua pihak yang memiliki informasi terkait kasus ini untuk memberikan dukungan dan keterangan yang diperlukan. Kerja sama dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengungkap keseluruhan fakta dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan pejabat tinggi DJP ini.
Melalui penyelidikan ini, KPK berharap dapat memberikan efek jera kepada pejabat lain agar tidak terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan negara. Pemberantasan korupsi di lingkungan birokrasi, seperti Direktorat Jenderal Pajak, merupakan prioritas utama KPK agar kepercayaan publik terhadap pemerintahan semakin meningkat.
Kasus gratifikasi yang melibatkan mantan Kepala Kanwil DJP Jakarta ini menjadi salah satu contoh nyata betapa pentingnya integritas dan transparansi dalam pelayanan publik. Dengan dukungan masyarakat dan semua pihak yang berwenang, KPK optimis dapat mengurangi tindakan korupsi yang menjadi penghambat utama pembangunan dan pemerintahan yang bersih dan efektif.