Petani

Penyerapan Gabah Petani Libatkan Babinsa: Efektivitas dan Tantangan yang Dihadapi

Penyerapan Gabah Petani Libatkan Babinsa: Efektivitas dan Tantangan yang Dihadapi
Penyerapan Gabah Petani Libatkan Babinsa: Efektivitas dan Tantangan yang Dihadapi

JAKARTA - Dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional, pemerintah melalui Perum Bulog kembali menegaskan komitmennya untuk menyerap gabah petani dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk Bintara Pembina Desa (Babinsa). Langkah ini menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan, mengingat peran Babinsa yang terlibat langsung dalam proses penyerapan gabah kering panen (GKP).

Dalam sebuah surat pernyataan yang tersebar melalui aplikasi percakapan, disebutkan bahwa para petani ataupun Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) diminta berkomitmen menjual GKP kepada Bulog dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan pada Rp 6.500 per kilogram. Dokumen ini tidak hanya sekadar menyatakan harga pembelian, tetapi juga melibatkan tanda tangan dari tim jemput gabah yang terdiri dari petani, Gapoktan, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), dan Babinsa.

Eskalasi Peran Babinsa dalam Penyerapan Gabah

Keputusan untuk melibatkan Babinsa dalam penyerapan gabah menimbulkan pro dan kontra. Direktur Utama Perum Bulog, Mayjen Novi Helmy Prasetya, menjelaskan bahwa peran Babinsa sangat penting dalam memberikan sosialisasi mengenai harga pembelian pemerintah kepada masyarakat pedesaan. “TNI itu sampai ke bawah, ada Babinsa di desa-desa. Itu mengamankan. Mulai dari pasca-panen, memberikan sosialisasi. Itu memang tugasnya Babinsa,” ungkap Novi Helmy usai rapat koordinasi di Jakarta.

Keberadaan Babinsa di lingkup desa dipandang sebagai potensi untuk meningkatkan efektifitas penyebaran informasi dan kebijakan pemerintah hingga tingkat akar rumput. Fungsi mereka tidak semata untuk sosialisasi HPP, tetapi juga diharapkan dapat membantu dalam proses pendataan gabah yang ada.

Namun, adanya kekhawatiran bahwa pelibatan Babinsa dalam area non-militer perlu adanya pengawasan dan batasan tertentu. Hal ini dipicu oleh potensi overreach dari tugas militer ke ranah sipil yang mungkin dapat menimbulkan miskomunikasi atau interpretasi mengenai wewenang.

Dinamika Penyerapan Gabah di Lapangan

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), memberikan pandangannya tentang kebijakan ini. Menurutnya, kehadiran Babinsa bukanlah suatu keharusan dalam proses penyerapan gabah. “Tidak harus (melibatkan Babinsa). Tapi pabrik harus membeli dengan harga Rp 6.500 (per kilogram),” jelas Zulhas saat kunjungan di Pasar Johar Baru, Jakarta Pusat. Menurutnya, fokus utama adalah memastikan bahwa pembelian gabah dilakukan sesuai ketentuan, terlepas dari siapa yang mendampingi proses tersebut.

Pendapat Zulhas ini seakan menyoroti fleksibilitas dalam implementasi kebijakan penyerapan gabah, di mana fokus inti adalah memastikan bahwa petani mendapatkan harga yang layak sesuai standar yang telah ditetapkan pemerintah.

Plus dan Minus Pelibatan Babinsa

Mengintegrasikan Babinsa dalam penyerapan gabah tentu membawa sejumlah keuntungan dan tantangan. Di satu sisi, Babinsa berpotensi mempermudah akses informasi dan menjamin keamanan proses penyerapan di level desa. Kehadiran mereka dapat meningkatkan transparansi dan kepercayaan antara pemerintah dan petani, sehingga kebijakan yang ada bisa diterima dan dijalankan dengan baik.

Namun, di sisi lain, langkah ini berisiko jika pelaksanaan di lapangan tidak diawasi dengan ketat. Kendala mulai dari resistansi masyarakat hingga potensi ketidakpuasan jika interaksi Babinsa tidak diatur dengan baik, bisa saja terjadi. Selain itu, pelibatan militer ke dalam tugas sipil, meski bersifat sementara, perlu diperhatikan agar tidak mengaburkan batasan peran dan tanggung jawab di lapangan.

Kesadaran akan Pentingnya Sinergi

Di tengah keberagaman pandangan terkait keterlibatan Babinsa, penting untuk menekankan sinergi yang kuat antara semua pihak yang terlibat. Komunikasi terbuka antara petani, aparat keamanan, dan pemerintah dapat menciptakan ekosistem yang kondusif dalam dukungan terhadap ketahanan pangan nasional.

Kolaborasi ini menuntut adanya aturan main yang jelas, agar semua pihak dapat bekerja selaras serta meminimalkan potensi konflik yang mungkin timbul di lapangan. Dengan demikian, upaya penyerap gabah dapat memberikan dampak optimal bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan petani di Indonesia.

Penyerapan gabah petani dengan pelibatan Babinsa merupakan satu langkah di antara sekian banyak kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Pelaksanaan yang baik dan monitoring yang efektif akan menentukan keberhasilan dari kebijakan ini dalam jangka panjang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index