JAKARTA - Performa pasar saham Indonesia dalam beberapa bulan terakhir mengalami tekanan yang signifikan. Didorong oleh perlunya peningkatan transparansi dan likuiditas, sejumlah pelaku pasar mendesak agar ada perbaikan yang komprehensif guna mendongkrak kinerja bursa. Pada Rabu (5/3), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat naik sebesar 150,99 poin atau 2,37%. Meski demikian, secara year to date (YTD), IHSG mengalami koreksi sebesar 7,75%.
Dalam kesempatan yang sama, arus modal asing mencatatkan masuk ke pasar saham sebesar Rp 118,66 miliar di pasar reguler. Namun, secara keseluruhan YTD, arus dana asing justru tercatat keluar mencapai Rp 19,63 triliun.
Strategi Dorongan dari Praktisi Pasar
Kartika Sutandi, Founder sekaligus Chief Marketing Officer & Partner di Jarvis Asset Management, menyuarakan agar regulator dapat memperkuat likuiditas dan keterbukaan informasi di pasar saham. Kartika menyoroti tiga aspek utama yang perlu segera dilakukan agar bisa menarik kembali minat investor, khususnya asing.
Pertama, penting bagi dana pensiun untuk mulai berinvestasi secara aktif di bursa saham. Keberadaan dana pensiun yang notabene memiliki jangka investasi panjang akan dapat menambah kepercayaan investor terhadap kinerja pasar saham Indonesia. "Alokasi investasi BPJS di pasar saham itu harus dinaikkan, setidaknya 20%. Dengan menyuntik dana ke pasar, kita bisa meningkatkan likuiditas," ujar Kartika.
Poin kedua yang ditekankan adalah perlunya peninjauan ulang terhadap kriterium unusual market activity (UMA) serta penghapusan skema full call auction (FCA). Kartika mengingatkan bahwa terlalu seringnya pemberian peringatan UMA dapat memunculkan keraguan terkait kualitas emiten dan keamanan bertransaksi di pasar saham.
Ketiga, kartika mendesak agar Bursa Efek Indonesia (BEI) segera membuka kembali akses informasi kode broker seperti sebelum tahun 2021, yang mana kode ini memberikan transparansi bagi investor ritel di bursa saham. "Semakin transparan itu semakin bagus. Ini yang diperdagangkan perusahaan publik, jadi semuanya harus ada transparansi, termasuk dari regulator," tambahnya.
Belajar dari pasar kripto, yang mana transparansi dan kemudahan akses informasi perangkat investasinya terbuka, langkah serupa dapat diterapkan di pasar saham agar arus dana tetap terjaga masuk (inflow) ke dalam negeri. "Di pasar kripto itu investor bisa mengikuti smart money. Namun, kripto dananya outflow, sementara pasar saham ini inflow. Masa mau mengorbankan inflow demi outflow?" tambah Kartika.
Pendekatan Komprehensif: Perspektif Lainnya dari Praktisi
Rita Efendy, Founder Indonesia Investment Education, menawarkan empat rekomendasi strategis yang dapat dilakukan regulator untuk menyemarakkan kembali aktivitas pasar saham. Dari penawaran initial public offering (IPO) emiten berkualitas hingga kebijakan yang lebih fleksibel dan transparan, diyakini dapat meningkatkan likuiditas serta menarik lebih banyak minat investor.
Hal serupa diungkapkan oleh Ellen May, praktisi pasar saham, yang percaya perlunya sinergi dari berbagai pihak termasuk pemerintah, emiten, dan sekuritas untuk membangkitkan kembali geliat pasar saham. "Kolaborasi erat antara sektor publik dan swasta sangat dibutuhkan untuk memastikan pasar modal Indonesia tetap kompetitif di tingkat global," ungkapnya.
Beberapa rekomendasi dari Ellen mencakup pengembangan edukasi dan literasi keuangan, diversifikasi produk investasi, serta penguatan teknologi dan infrastruktur di bursa. "Regulator perlu memastikan transparansi, tata kelola yang baik, serta perlindungan investor yang optimal," paparnya lagi.
Langkah Selanjutnya dari BEI
Memahami pentingnya transparansi kode broker, Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah berdiskusi intens dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai kemungkinan pembukaan kode broker dan domisili guna mendorong kembali gairah pasar. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI, Irvan Susandy, menyatakan bahwa usulan pembukaan kode ini telah diajukan kepada OJK. "Semoga sebentar lagi ada kabar baik. Sedang kami upayakan, ya," sebut Irvan.
Bekal dari penutupan kode broker dan domisili sejak akhir 2021 hingga survei terbaru di Maret 2025 menjadi bahan evaluasi bagi BEI. Langkah ini dianggap perlu lantaran penurunan minat dari investor di bursa, selain upaya untuk meningkatkan transparansi dan likuiditas.
Sebagai upaya bersama memperbaiki situasi ini, semua pihak yang terkait diharapkan dapat kontribusi aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui penguatan pasar saham domestik. Dengan sinergi dan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, potensi pasar saham Indonesia untuk kembali bergairah bukan hal mustahil.