BMKG

Sebagian Wilayah Aceh Memasuki Musim Kemarau Pertama: BMKG Memberi Peringatan Dini

Sebagian Wilayah Aceh Memasuki Musim Kemarau Pertama: BMKG Memberi Peringatan Dini
Sebagian Wilayah Aceh Memasuki Musim Kemarau Pertama: BMKG Memberi Peringatan Dini

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Aceh mengumumkan bahwa sejumlah wilayah di Provinsi Aceh telah memasuki periode musim kemarau pertama tahun ini. Informasi ini disampaikan oleh Prakirawan Stasiun Klimatologi BMKG Aceh, Fitrohim, pada Rabu. Menurut pemantauan BMKG hingga dasarian ketiga Februari 2025, empat Zona Musim (ZOM) di Aceh telah beralih ke musim kemarau.

"Empat wilayah zona musim di Aceh telah memasuki musim kemarau berdasarkan hasil monitoring kami," ujar Fitrohim. Ini termasuk ZOM Aceh 02 yang meliputi bagian utara Pidie, bagian utara Pidie Jaya, dan bagian utara Bireuen. Sementara ZOM Aceh 03 mencakup bagian timur Bireuen, bagian utara Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, dan bagian utara Aceh Timur.

Fitrohim menambahkan bahwa ZOM Aceh 04 dan ZOM Aceh 09 juga memasuki periode kemarau pertama. ZOM Aceh 04 mencakup bagian timur Aceh Utara, bagian utara Aceh Timur, Kota Langsa, dan bagian utara Aceh Tamiang. Sedangkan ZOM Aceh 09 meliputi bagian barat Aceh Tamiang, bagian timur Aceh Timur, dan bagian timur Gayo Lues.

"Wilayah ZOM Aceh 02 hingga 04 memiliki tipe musim ekuatorial 4, yang berarti ada empat musim dalam setahun. Itu berarti, periode yang terjadi saat ini adalah musim kemarau pertama dari dua musim kemarau yang akan terjadi tahun ini," jelas Fitrohim.

Siaran BMKG ini menjadi peringatan dini bagi masyarakat setempat untuk mempersiapkan diri menghadapi kondisi cuaca lebih kering, terutama untuk kebutuhan air dan peluang kebakaran lahan yang bisa meningkat di masa kemarau.

BMKG juga merilis prakiraan cuaca terkait curah hujan di wilayah Aceh untuk bulan Maret 2025. Menurut prakiraan tersebut, sebagian besar wilayah Aceh diperkirakan akan mengalami curah hujan dengan intensitas menengah, sekitar 100–300 mm. Namun, beberapa daerah di pesisir utara dan timur, seperti Kota Sabang, Kota Lhokseumawe, sebagian Aceh Utara, sebagian Aceh Timur, Langsa, dan sebagian Aceh Tamiang, diprediksi akan mengalami curah hujan kategori rendah, yaitu antara 0–100 mm.

Sebaliknya, wilayah barat dan selatan Aceh, termasuk sebagian Aceh Jaya, dataran tinggi Pidie, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, sebagian Gayo Lues, Aceh Selatan, sebagian Aceh Tenggara, Subulussalam, dan Aceh Singkil, masih diprediksi akan mengalami curah hujan tinggi dengan intensitas 100–300 mm. Fitrohim mengatakan bahwa masyarakat di wilayah-wilayah tersebut harus tetap waspada terhadap kemungkinan banjir meskipun wilayah lain akan memasuki periode kemarau.

Kondisi ini menuntut perhatian ekstra dari pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan instansi penanggulangan bencana untuk persiapan segala skenario yang terjadi selama periode cuaca ekstrem, baik kemarau maupun hujan lebat.

Dampak dari musim kemarau ini tidak hanya berpengaruh pada sektor pertanian dan ketersediaan air bersih, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk mengambil langkah-langkah pencegahan seperti menghemat penggunaan air, dan bagi para petani, menyesuaikan jadwal tanam mereka agar tidak terpengaruh buruk oleh perubahan cuaca ini.

Sesuai dengan kualitas dan standar berita SEO, BMKG serta media resmi lainnya akan terus memberikan update dan peringatan dini untuk menginformasikan setiap perubahan signifikan terkait cuaca dan iklim di Aceh dan sekitarnya. Peningkatan akses informasi ini bertujuan untuk memitigasi dampak negatif dari musim kemarau dan memastikan keselamatan serta kesejahteraan masyarakat tetap terjaga di tengah perubahan cuaca yang dinamika dan cepat berubah.

Dengan pandangan ke depan, lebih banyak sinergi antara lembaga pemerintah dan masyarakat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan terkait musim kemarau ini, membangun kesadaran akan pentingnya perencanaan dan mitigasi risiko cuaca menjadi prioritas utama di Aceh tahun 2025. Hal ini tentu menjadi perhatian agar ke depan tidak hanya peka dalam respons ortodoks perlindungan, tetapi juga adaptif dalam manajemen resiko berkesinambungan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index