Pajak

DJP Ampuni Warga RI yang Telat Lapor & Bayar Pajak: Simak Syarat dan Ketentuannya

DJP Ampuni Warga RI yang Telat Lapor & Bayar Pajak: Simak Syarat dan Ketentuannya
DJP Ampuni Warga RI yang Telat Lapor & Bayar Pajak: Simak Syarat dan Ketentuannya

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Republik Indonesia baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru terkait dengan penghapusan sanksi administrasi bagi wajib pajak yang melakukan keterlambatan dalam pembayaran dan pelaporan pajak. Kebijakan ini muncul seiring berjalannya implementasi sistem perpajakan baru bernama Coretax yang masih mengalami berbagai permasalahan teknis. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk memberi kelonggaran kepada wajib pajak yang terdampak akibat masalah ini.

Menurut informasi yang diberikan DJP, sanksi administrasi akan dihapus dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) bagi mereka yang terlambat. Keputusan ini ditegaskan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025, yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 27 Februari 2025.

"Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Dalam hal STP telah diterbitkan sebelum Keputusan ini berlaku maka akan dilakukan penghapusan sanksi administratif secara jabatan," demikian kutipan dari keterangan tertulis Ditjen Pajak KT-10/2025, yang diterbitkan pada Selasa, 4 Maret 2025.

Pokok Kebijakan

Keputusan ini menyatakan bahwa wajib pajak yang terlambat membayar dan/atau melaporkan pajak akan mendapatkan penghapusan sanksi administratif. Ketentuan ini mencakup:

- Keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) untuk berbagai jenis, seperti PPh Pasal 4 ayat (2) (selain penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 26. Penghapusan berlaku untuk Masa Pajak Januari 2025 yang dibayar setelah jatuh tempo hingga 28 Februari 2025.

- Khusus untuk PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, penghapusan diterapkan untuk Masa Pajak Desember 2024 yang dibayarkan setelah jatuh tempo hingga 31 Januari 2025 dan Masa Pajak Februari 2025 yang dibayarkan setelah jatuh tempo sampai dengan 28 Februari 2025.

- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk Masa Pajak Januari 2025 yang dibayarkan setelah jatuh tempo hingga 10 Maret 2025 juga mendapatkan penghapusan sanksi.

Selain itu, bea meterai yang dipungut oleh Pemungut Bea Meterai untuk Masa Pajak Desember 2024 yang disetor setelah jatuh tempo hingga 31 Januari 2025 dan Masa Pajak Januari 2025 disetor setelah jatuh tempo hingga 28 Februari 2025 juga termasuk dalam kebijakan ini.

Keterlambatan Pelaporan SPT

Tidak hanya terkait pembayaran, penghapusan sanksi juga mencakup keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Beberapa poin penting di antaranya:

- Keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo hingga 28 Februari 2025, serta untuk Masa Pajak Februari 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo sampai dengan 31 Maret 2025 dan Masa Pajak Maret 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo sampai dengan 30 April 2025.

- Pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) terkait penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk Masa Pajak Desember 2024 juga dihapuskan sanksinya apabila dilaporkan setelah batas waktu hingga 31 Januari 2025, serta Masa Pajak Januari hingga Maret 2025 jika dilaporkan setelah jatuh tempo masing-masing.

Respons dari Wajib Pajak

Diperkenalkannya kebijakan ini direspons positif oleh para wajib pajak. Banyak di antara mereka merasa lega karena mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki pelaporan pajak tanpa dikenakan sanksi tambahan. Seorang wajib pajak, Andi Wijaya, menyatakan, “Dengan adanya penghapusan sanksi ini, kami jadi lebih tenang dalam menyelesaikan kewajiban perpajakan yang sebelumnya tertunda akibat kendala teknis sistem.”

Kebijakan penghapusan sanksi ini menunjukkan komitmen DJP untuk mengakomodasi permasalahan yang dihadapi wajib pajak akibat dari transisi sistem Coretax. Dengan langkah ini, diharapkan dapat membantu meningkatkan kepatuhan serta kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan nasional.

Namun, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, mengingatkan bahwa kebijakan ini bukan merupakan pembenaran untuk mengabaikan kewajiban pajak. "Kami berharap dengan keluarnya keputusan ini, para wajib pajak tetap memiliki komitmen tinggi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan," tegas Suryo.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index