JAKARTA - Hujan dengan intensitas sedang hingga ekstrem masih melanda berbagai wilayah di Indonesia pada Maret 2025. Fenomena ini membuat sejumlah daerah terendam banjir dan mengalami gangguan akibat cuaca ekstrem. Padahal, puncak musim hujan di Indonesia biasanya terjadi pada Januari hingga Februari. Lantas, mengapa hujan lebat ini masih terjadi pada bulan Maret, yang seharusnya sudah memasuki transisi menuju musim kemarau?
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia, Dwikorita Karnawati, sempat menjelaskan sebelumnya bahwa musim hujan di Indonesia diperkirakan akan berakhir pada akhir Maret 2025. Namun, kenyataannya, curah hujan yang sangat tinggi bahkan ekstrem masih terus terjadi di berbagai daerah. Salah satunya adalah daerah di Bogor, Jawa Barat, yang tercatat mengalami hujan dengan intensitas ekstrem pada 2 Maret 2025.
Hujan Ekstrem yang Terjadi pada Maret 2025
Berdasarkan catatan BMKG pada 6 Maret 2025, hujan ekstrem terjadi di Cibeureum, Bogor, dengan curah hujan mencapai 167,6 mm/hari pada Minggu, 2 Maret 2025. Tidak hanya itu, pada hari berikutnya, hujan ekstrem kembali tercatat di Katulampa, Jawa Barat, dengan curah hujan yang jauh lebih besar, mencapai 232,0 mm/hari pada Senin, 3 Maret 2025. Fenomena hujan deras dan ekstrem ini menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait dengan potensi bencana banjir yang dapat merusak infrastruktur dan mengganggu kehidupan masyarakat.
Faktor Penyebab Hujan Ekstrem di Maret 2025
Mengapa hujan lebat dan ekstrem masih terjadi pada Maret 2025, padahal biasanya musim hujan sudah memasuki tahap akhir? BMKG mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi cuaca ekstrem yang masih berlangsung pada bulan Maret. Salah satunya adalah fenomena gelombang atmosfer yang dikenal sebagai Gelombang Atmosfer Kelvin dan Low Frequency. Kedua fenomena ini dapat meningkatkan aktivitas konvektif atau pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, menjelaskan bahwa gelombang atmosfer Kelvin dan Low Frequency berperan dalam meningkatkan intensitas hujan di beberapa daerah. Gelombang atmosfer tersebut berinteraksi dengan pola cuaca di Indonesia, memicu pembentukan awan hujan yang lebih padat dan berpotensi menimbulkan hujan lebat.
Pengaruh Siklon Tropis dan Sirkulasi Siklonik
Selain fenomena atmosfer yang disebutkan, BMKG juga mendeteksi adanya Bibit Siklon Tropis 98S yang berada di Samudra Hindia barat daya Bengkulu. Keberadaan bibit siklon tropis ini mempengaruhi pola angin di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera bagian selatan, yang kemudian berkontribusi pada peningkatan hujan deras di beberapa daerah seperti Lampung dan Bengkulu.
BMKG juga mengamati adanya sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera Utara yang semakin memperburuk pola angin di wilayah tersebut. Fenomena siklon ini menyebabkan tekanan udara rendah yang mempercepat pembentukan awan hujan dan meningkatkan curah hujan di wilayah yang terpengaruh.
Dampak dari Hujan Ekstrem pada Maret 2025
Hujan ekstrem yang masih terjadi pada Maret 2025 membawa dampak besar, terutama bagi masyarakat yang terdampak oleh banjir. Curah hujan yang sangat tinggi ini berpotensi menyebabkan bencana banjir dan longsor, yang mengancam keselamatan jiwa serta merusak infrastruktur dan ekonomi masyarakat.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem ini. Daerah-daerah yang berpotensi mengalami banjir seperti Jabodetabek, Jawa Barat, Lampung, hingga Bengkulu diminta untuk selalu mengikuti perkembangan informasi cuaca dari BMKG dan pemerintah setempat.
Apakah Musim Kemarau 2025 Akan Tertunda?
Salah satu pertanyaan yang muncul di tengah cuaca yang tidak menentu ini adalah apakah musim kemarau yang biasanya dimulai pada April akan tertunda. BMKG memberikan klarifikasi bahwa meskipun cuaca ekstrem masih terjadi pada Maret 2025, musim kemarau diperkirakan tetap akan datang sesuai dengan siklusnya, namun mungkin akan terjadi sedikit pergeseran waktu.
BMKG menambahkan bahwa fenomena yang terjadi pada Maret ini bukanlah tanda perubahan iklim yang permanen, melainkan gejala cuaca yang dipengaruhi oleh beberapa faktor atmosfer yang sedang berlangsung, yang kemungkinan besar akan berakhir dengan dimulainya musim kemarau.
Antisipasi dan Langkah Ke Depan
Menghadapi cuaca ekstrem yang terus berlangsung pada Maret 2025, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang dapat berdampak pada kehidupan sehari-hari. Masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan banjir dan longsor, diharapkan untuk selalu siap siaga dan mengikuti informasi cuaca terbaru yang disampaikan oleh BMKG.
Selain itu, pemerintah daerah juga diminta untuk memperkuat sistem peringatan dini dan mempercepat penanganan apabila terjadi bencana akibat cuaca ekstrem. Koordinasi antara BMKG, BNPB, dan pemerintah daerah sangat penting untuk memastikan bahwa mitigasi bencana dapat dilakukan dengan efektif.