JAKARTA - Dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan mendorong pemberdayaan masyarakat, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia terus berinovasi melalui konsep Zakat Hijau. Konsep ini hadir sebagai respons terhadap tantangan global yang semakin mendesak, yakni ketidaksetaraan sosial-ekonomi dan kerusakan lingkungan yang memerlukan perhatian serius. Zakat Hijau bertujuan untuk memberikan solusi atas kedua permasalahan tersebut, dengan mengintegrasikan kelestarian lingkungan dan pemberdayaan mustahik dalam satu langkah yang terintegrasi.
Konsep Zakat Hijau pertama kali dipaparkan oleh Pimpinan BAZNAS RI Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, Saidah Sakwan, M.A., dalam acara Kultum Ramadhan Cinta yang mengangkat tema “Zakat Hijau: Konsep Keberlanjutan dalam Filantropi Islam” di Masjid Al-Ikhlas, Jakarta, pada Selasa, 11 Maret 2025. Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk DKM Al-Ikhlas, Bimas Islam, dan Kementerian Agama RI.
Zakat Hijau: Menjawab Isu Sosial dan Lingkungan yang Semakin Mendesak
Saidah Sakwan menjelaskan bahwa Zakat Hijau merupakan bentuk inovasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Dalam penjelasannya, ia mengungkapkan pentingnya penerapan zakat yang berfokus pada pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan mustahik melalui pendekatan keberlanjutan.
“Zakat Hijau adalah konsep yang kami jadikan landasan operasional dalam mendistribusikan dana zakat untuk memastikan keberlanjutannya. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam menjaga lingkungan, khususnya di bulan suci ini,” ujar Saidah.
Lebih lanjut, Saidah menegaskan bahwa zakat yang selama ini dikenal sebagai instrumen sosial untuk pemberdayaan umat kini dapat dimanfaatkan lebih luas lagi, yakni untuk menjaga kelestarian bumi yang semakin terancam. “Kami ingin masyarakat memahami bahwa zakat tidak hanya sebagai sarana pemberdayaan mustahik, tetapi juga untuk menjaga lingkungan hidup kita agar tetap lestari,” tambahnya.
Tantangan Lingkungan: Pencemaran dan Krisis Ekologis
Saidah juga menyampaikan kekhawatirannya terkait isu-isu lingkungan yang kian mendesak, seperti pencemaran mikroplastik, pemanasan global, krisis pangan, dan kesulitan mendapatkan air bersih. Kerusakan lingkungan ini, menurut Saidah, dapat berdampak langsung pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, yang pada akhirnya menciptakan jumlah mustahik baru yang semakin meningkat.
“Segala bentuk kerusakan lingkungan yang saya sebutkan tadi akan membawa bencana yang sangat besar. Bencana alam tersebut tidak hanya merusak, tetapi juga menciptakan mustahik baru yang membutuhkan bantuan. Dengan demikian, BAZNAS berupaya untuk menunda atau mencegah bencana tersebut dengan melakukan langkah-langkah pencegahan, salah satunya melalui kebijakan ekosistem hijau,” kata Saidah.
Program Integrasi Pemberdayaan Ekonomi dan Lingkungan
Sebagai langkah konkret, BAZNAS telah menjalankan sejumlah program yang mengintegrasikan pemberdayaan ekonomi mustahik dengan keberlanjutan lingkungan. Salah satunya adalah program pengelolaan lumbung pangan organik yang berfungsi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan pangan yang tidak ramah lingkungan dan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
“Saat ini, BAZNAS sudah menjalankan pengelolaan lumbung pangan organik yang bertujuan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan cara ini, kami memberikan peluang bagi mustahik untuk mendapatkan penghidupan yang layak melalui pemberdayaan yang berbasis pada prinsip keberlanjutan,” jelas Saidah.
Selain itu, BAZNAS juga fokus pada mitigasi bencana dan kerusakan alam yang terjadi akibat ketidakpastian iklim dan bencana alam. Saidah menambahkan bahwa BAZNAS sudah banyak melakukan pemberdayaan kepada masyarakat di daerah-daerah rawan bencana agar mereka dapat bertahan di tengah kesulitan, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan.
“Kami fokus kepada aspek mitigasi bencana dan pemberdayaan masyarakat agar dapat bertahan di tengah kesulitan, termasuk dalam menghadapi kerusakan alam. Dengan adanya program-program ini, kami berharap bisa memberikan kontribusi nyata untuk memulihkan dan menjaga kelestarian bumi,” tambah Saidah.
Gerakan Masjid Hijau: Kolaborasi untuk Keberlanjutan
Saidah juga mengajak Kementerian Agama dan Jamaah Masjid Al-Ikhlas untuk bersama-sama mengembangkan Gerakan Masjid Hijau, yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui penerapan prinsip ramah lingkungan di masjid-masjid.
“Menciptakan kolaborasi Masjid Hijau adalah langkah awal yang baik untuk memulai penghematan energi dan penggunaan alat-alat yang lebih ramah lingkungan. Dari masjid ini, kita bisa menyebarkan kesadaran dan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam menjaga lingkungan,” kata Saidah.
Gerakan Masjid Hijau ini melibatkan penggunaan teknologi yang lebih hemat energi, pengelolaan sampah yang lebih baik, dan pemanfaatan sumber daya alam secara lebih bijaksana. Dengan begitu, masjid bisa menjadi contoh nyata dalam menjalankan prinsip keberlanjutan yang dapat diterapkan di lingkungan yang lebih luas.
BAZNAS Terus Mendukung Inovasi Sosial dan Lingkungan
BAZNAS RI tidak hanya berhenti pada pengelolaan zakat sebagai bentuk filantropi, tetapi juga terus mendukung berbagai bentuk pengembangan sosial dan lingkungan yang dapat memberikan dampak positif jangka panjang. Saidah menekankan pentingnya kerja sama antara berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, maupun individu, untuk mewujudkan tujuan keberlanjutan.
“Zakat Hijau adalah bagian dari upaya kami untuk menciptakan keberlanjutan, tidak hanya dalam aspek sosial tetapi juga lingkungan. Dengan pengelolaan yang baik dan kolaborasi antara berbagai pihak, kami yakin dapat mengurangi kemiskinan dan kerusakan lingkungan, serta menjaga bumi untuk generasi mendatang,” ujar Saidah menutup pembicaraannya.