JAKARTA - Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan adanya masa peralihan dalam penetapan Harga Batubara Acuan (HBA) dan Harga Mineral Acuan (HMA) untuk meningkatkan daya saing industri pertambangan di Indonesia. Usulan ini disampaikan dalam sesi webinar yang dihadiri kalangan pelaku usaha dan stakeholder terkait, bertajuk "Sosialisasi Penetapan Kebijakan HMA & HBA Maret 2025: Dampaknya Bagi Dunia Usaha".
Menurut Fathul Nugroho, Wakil Ketua Umum Aspebindo, penerapan masa transisi selama enam bulan sangat penting agar para eksportir dapat menyesuaikan harga dan strategi bisnis mereka seiring perubahan kebijakan ini. "Masa peralihan dapat mencegah short-term demand shock dan menjaga stabilitas pasar. Selain itu, HBA harus mencerminkan biaya operasional yang meningkat, seperti stripping ratio dan produksi," jelas Fathul dalam diskusi tersebut.
Dinamika Pasar Global
Dengan dinamika pasar global yang cepat berubah, pelaku usaha di sektor pertambangan dituntut lebih fleksibel untuk menjaga keberlanjutan usaha. Penyesuaian harga yang disebabkan oleh perubahan kebijakan semacam ini diharapkan mampu memberikan kepastian berusaha bagi perusahaan-perusahaan tambang, khususnya dalam menghadapi fluktuasi permintaan dan penawaran di pasar internasional.
Fathul menekankan pentingnya negosiasi Government-to-Government (G to G). "Negosiasi dengan mitra dagang utama, seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan, diperlukan agar kebijakan HBA ini dapat diterima secara lebih luas di tingkat internasional," tambahnya. Hal tersebut sejalan dengan hubungan dagang yang saling menguntungkan antara Indonesia dengan negara-negara mitra tersebut.
Penetapan HBA yang Lebih Fleksibel
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengimplementasikan penetapan HBA dua kali dalam sebulan. Julian, Direktur Pengembangan Program Minerba, menyebutkan bahwa kebijakan ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi para pelaku industri dalam menyesuaikan harga secara real-time sesuai dinamika pasar. "Dengan penetapan yang lebih sering, perusahaan dapat segera mengadaptasi strategi mereka terhadap perubahan harga yang terjadi," kata Julian.
Berharap Stabilitas Pasar dan Kondisi Ekonomi yang Lebih Baik
Para pelaku industri pertambangan di Indonesia mengharapkan bahwa usulan masa peralihan ini dapat menjamin stabilitas pasar serta meningkatkan daya saing usaha pada tataran internasional. Dengan dukungan dari pemerintah serta kolaborasi bersama mitra dagang, sektor pertambangan Indonesia diharapkan dapat terus berkembang, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan global atas mineral dan batu bara.
Selain itu, upaya ini juga diharapkan dapat mendukung kondisi ekonomi nasional dengan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan devisa dari sektor ekspor. Sebagai negara dengan salah satu cadangan batu bara terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran strategis dalam pasokan energi global.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Kendati demikian, industri pertambangan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi regulasi maupun aspek lingkungan. Penerapan kebijakan yang lebih adaptif serta penyelarasan dengan standar internasional menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pihak terkait.
Namun, di balik tantangan tersebut juga terdapat peluang besar, terutama dalam pengembangan teknologi pertambangan yang lebih ramah lingkungan dan efisien. Inovasi dalam pengelolaan tambang tidak hanya akan meningkatkan produktivitas, tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang.
Penutupan penambangan yang bertanggung jawab dan pengelolaan limbah yang efektif menjadi aspek penting dalam membangun citra positif bagi industri ini di mata dunia. Dengan demikian, sektor pertambangan Indonesia tidak hanya dapat menjawab tantangan kebutuhan energi, tetapi juga berkontribusi pada tujuan pembangunan berkelanjutan.