JAKARTA — Destinasi wisata terkenal di Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kini menghadapi tantangan besar yang dapat mengancam sektor pariwisatanya. Penurunan drastis kegiatan Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions (MICE), yang merupakan salah satu pendukung utama industri pariwisata, menjadi sorotan menyusul kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah. Selain itu, pelarangan kegiatan study tour oleh beberapa daerah menambah berat beban yang harus ditanggung oleh sektor ini.
Efisiensi Anggaran dan Dampaknya pada Sektor MICE
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono, penurunan sektor MICE telah terasa signifikan di sejumlah hotel dan pusat konvensi di Yogyakarta. "MICE hampir habis, karena tidak boleh kegiatan-kegiatan seremonial. Kalau kita tidak dorong dari sektor lain kan berhenti," ujar Beny pada Senin (10/3/2025). Ini menunjukkan betapa krusialnya peran MICE dalam menggerakkan roda ekonomi daerah yang terkenal dengan keragaman budayanya ini.
Efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah memang langkah yang lazim dalam upaya mengurangi pengeluaran di tengah kondisi ekonomi yang menekan. Namun, bagi Yogyakarta, kota yang bergantung pada pariwisata dan budaya, pengurangan kegiatan MICE bisa berarti penurunan tajam dalam tingkat hunian hotel, restoran, serta industri pendukung lainnya.
Imbas Pelarangan Study Tour
Selain dampak dari penurunan MICE, sektor pariwisata DIY juga menghadapi tantangan dari pelarangan kegiatan study tour. "Kami akan sampaikan bahwa wisata di Jogja aman, nyaman. Salah satu giat ekonominya dari sektor pariwisata. Kami harus terus mempromosikan bahwa wisata di Jogja aman," ungkap Beny Suharsono, menekankan usaha pemerintah daerah dalam memastikan keselamatan dan kenyamanan wisatawan.
Study tour yang biasa dilakukan oleh siswa sekolah dari berbagai daerah di Indonesia ke Yogyakarta, meskipun kontribusinya tidak sebesar MICE, tetap menjadi salah satu elemen penting dalam ekosistem pariwisata. Kehadirannya biasanya tidak hanya menjadi ajang edukasi, tapi juga memberikan dampak ekonomi bagi sektor kerajinan, kuliner, dan akomodasi skala menengah ke bawah. "Meski demikian, study tour yang pesertanya siswa sekolah secara kualitas belanjanya terbatas. Namun tetap ada yang bisa memanfaatkan, craft kecil-kecil, resto, hotel yang bukan Bintang 5. Segmennya berbeda," jelas Beny.
Kekhawatiran Terhadap PHK di Sektor Perhotelan
Kebijakan ini memicu kekhawatiran akan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perhotelan. Beny mengungkapkan sudah melakukan pertemuan dengan sejumlah asosiasi industri pariwisata untuk membahas strategi menghadapi penurunan ini. “Kalau bisa dihindari betul [PHK]. Kita pernah punya pengalaman yang sangat berat, yaitu saat covid. Kita bisa bertahan dengan misalnya sistem shift-nya dikurangi, sehingga mengurangi tunjangannya. Yang penting tidak ada PHK,” katanya.
Sektor perhotelan dan pariwisata pernah mengalami goncangan serupa pada masa pandemi COVID-19, di mana banyak pekerja harus ditekan dengan penyesuaian tunjangan dan jam kerja untuk bertahan. Memori akan masa sulit tersebut menjadi pendorong bagi pemerintah daerah dan pelaku industri untuk menghindari terjadinya PHK massal kembali.
Strategi dan Optimisme untuk Masa Depan
Meskipun situasi tampak suram, masih ada optimisme yang tersisa. Upaya untuk mempromosikan pariwisata DIY tetap digencarkan. Salah satu contoh promosi tersebut adalah dengan menekankan keamanan dan kenyamanan wisata di DIY kepada calon pengunjung. Misalnya, dengan memastikan bahwa wisatawan yang mengunjungi objek-objek wisata seperti pantai, difasilitasi dengan panduan keselamatan seperti penggunaan jaket pelampung.
Pemerintah daerah berencana untuk memaksimalkan promosi melalui berbagai saluran, termasuk media sosial dan kolaborasi dengan lembaga pariwisata lainnya, untuk meyakinkan kembali wisatawan mengenai daya tarik dan keamanan berwisata di Yogyakarta. "Kami harus terus mempromosikan bahwa wisata di Jogja aman. Misalnya wisatawan di Pantai, kalau bermain ke laut berarti harus menggunakan safety jacket," tegas Beny.
Dalam situasi ini, sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat setempat menjadi sangat penting untuk menjaga keberlangsungan sektor pariwisata DIY. Di tengah tantangan yang ada, harapannya adalah inovasi dan kerjasama dapat mengatasi rintangan yang dihadapi, untuk kemudian mengembalikan kejayaan pariwisata di kota budaya ini.
Dengan berbagai strategi dan optimisme yang dibangun, DIY diharapkan dapat kembali menjadi destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan lokal dan mancanegara, sekaligus menggerakkan roda perekonomian daerah secara berkelanjutan.