JAKARTA - Pemerintah Indonesia secara resmi telah menerbitkan dua peraturan pemerintah (PP) baru yang dirancang untuk meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja di Indonesia. Dua peraturan tersebut adalah PP Nomor 6 Tahun 2025 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan PP Nomor 7 Tahun 2025 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Langkah ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memperkuat jaringan perlindungan sosial bagi pekerja di tengah tantangan ekonomi global yang semakin kompleks.
Paket Kebijakan Ekonomi: Sebuah Langkah Strategis
Kebijakan baru ini diambil sebagai bagian dari turunan Paket Kebijakan Ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sebelumnya. Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Tengah-DIY, Hesnypita, menyatakan dalam wawancara di Semarang pada hari Senin bahwa langkah ini adalah upaya untuk memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan yang lebih baik bagi pekerja Indonesia. "Keputusan ini juga merupakan bagian dari strategi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," ujar Hesnypita.
Jaminan Kehilangan Pekerjaan: Manfaat Lebih Tinggi untuk Pekerja
Salah satu perubahan signifikan dalam PP Nomor 6 Tahun 2025 adalah peningkatan manfaat uang tunai untuk program JKP. Manfaat kini ditetapkan sebesar 60 persen dari upah yang dilaporkan selama enam bulan, naik dari 45 persen pada bulan pertama hingga bulan ke-3 dan 25% pada bulan 4 sampai dengan bulan ke-6. Batas upah maksimal yang dipertimbangkan adalah Rp5 juta.
Kebijakan ini mulai berlaku efektif pada 7 Februari 2025, mencakup klaim baru maupun sisa manfaat yang masih berjalan. Selain itu, pemerintah juga memberikan kemudahan dalam persyaratan kepesertaan dan klaim JKP, dengan meniadakan syarat iur enam bulan berturut-turut. Manfaat ini diharapkan dapat memberikan bantuan yang lebih signifikan bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Penyesuaian Iuran dan Relaksasi Bagi Industri
Perubahan lainnya termasuk dalam struktur iuran JKP. Kini, iuran JKP ditetapkan sebesar 0,36 persen, terdiri dari 0,14 persen rekomposisi dari iuran JKK dan 0,22 persen dari pemerintah. Langkah ini bertujuan untuk meringankan beban pekerja dan perusahaan sekaligus memastikan kelangsungan program jaminan sosial.
Untuk industri padat karya yang rentan terhadap dampak ekonomi, pemerintah memberikan relaksasi iuran JKK sebesar 50 persen selama 6 bulan, berlaku dari Februari hingga Juli 2025. Sektor-sektor yang mendapatkan manfaat ini antara lain industri makanan, minuman, dan tembakau, serta industri tekstil dan pakaian jadi. Relaksasi ini diharapkan mampu mengurangi beban finansial perusahaan dan membantu mempertahankan tenaga kerja.
Tarif Iuran JKK: Pengelolaan Risiko yang Lebih Baik
Iuran JKK setelah keringanan tarif sebesar 50 persen mulai dari 0,120 persen untuk perusahaan dengan tingkat risiko kerja sangat rendah, meningkat hingga 0,870 persen untuk tingkat risiko sangat tinggi. Struktur ini dimaksudkan untuk mencerminkan tingkat risiko yang dihadapi oleh sektor-sektor berbeda, sekaligus memberikan insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan standar keselamatan kerja.
Implikasi dan Harapan ke Depan
Dengan penerbitan dua peraturan ini, pemerintah berharap untuk memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan yang lebih optimal bagi pekerja yang terkena dampak PHK. Langkah ini juga dimaksudkan untuk menjaga stabilitas industri padat karya di tengah tantangan ekonomi global. Hesnypita menyatakan, “Masyarakat dan para pelaku industri diimbau untuk segera menyesuaikan dengan regulasi terbaru ini guna mendapatkan manfaat yang maksimal. Tujuannya adalah agar aspek 'Kerja Keras Bebas Cemas' dapat terwujud.”