JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempertimbangkan penghapusan skema 'power wheeling' dari pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Wacana tersebut mengemuka saat Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto dengan tegas menolak konsep power wheeling yang saat ini tengah dibahas dalam perumusan RUU tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang diberikan, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menegaskan bahwa kementeriannya akan mengikuti arahan dari Presiden Prabowo. "Ya kita pasti ikuti arahan presiden. Kita ikuti arahan presiden sudah jelas," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM.
Skema power wheeling sebenarnya merupakan konsep yang memungkinkan perusahaan swasta untuk menjual listrik langsung kepada konsumen dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki oleh PLN. Meskipun skema ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan energi terbarukan dengan melibatkan lebih banyak partisipasi dari sektor swasta, ada kekhawatiran bahwa penerapannya dapat membuka jalan bagi dominasi asing dalam sektor kelistrikan di Indonesia.
Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan lebih lanjut mengenai kekhawatiran ini, "Kalau power wheeling diterapkan, ini bisa menjadi seperti ‘wild west’, di mana sektor listrik kita dikuasai oleh pihak non-Indonesia," ungkapnya. Hashim menambahkan bahwa Prabowo Subianto berkomitmen menjaga kendali negara atas sektor kelistrikan melalui PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan memastikan bahwa kontrol tetap berada di tangan nasional.
Hingga saat ini, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait RUU EBET telah diserahkan ke Komisi XII DPR RI. Meski demikian, proses pembahasan lebih lanjut masih berlangsung dan perubahan dalam tahapan legislasi ini dinilai sebagai hal yang lumrah. "Sekarang kan dalam posisi DIM sudah disampaikan di sana, nanti kalau perubahan biasa dalam raker itu," jelas Dadan Kusdiana.
Hashim menegaskan bahwa pemasukan energi terbarukan tetap menjadi prioritas, dan kebijakan tersebut akan diupayakan agar sejalan dengan kepentingan nasional. "Pak Prabowo menolak," tegas Hashim sembari menambahkan bahwa upaya menciptakan lingkungan yang ramah investasi tetap harus mendukung daya saing nasional dan kemandirian energi.
Di sisi lain, perhatian terhadap regulasi dan kebijakan yang sejalan dengan keberlanjutan energi terbarukan juga menjadi sorotan. Meski PT GNI bermasalah, Kementerian ESDM memastikan bahwa tidak ada moratorium terkait pembangunan smelter nikel, yang merupakan salah satu elemen penting dalam pengembangan energi terbarukan di tanah air.
Pemerintah, di bawah pimpinan Presiden Prabowo, ingin memastikan bahwa setiap kebijakan dan implementasi di sektor energi selalu menitikberatkan pada kedaulatan energi nasional dan manfaat jangka panjang untuk masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi esensi dari berbagai pertimbangan yang dilakukan, termasuk dalam pembahasan RUU EBET ini.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan energi bersih, pemerintah Indonesia juga didorong untuk tetap fokus pada transisi energi yang adil dan berkelanjutan. Implementasi kebijakan yang mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan pasti akan menjadi kunci penting dalam memenuhi target emisi nol bersih pada masa mendatang.
Dalam beberapa tahun terakhir, sektor energi terbarukan juga telah menunjukkan kemajuan, baik dari segi teknologi maupun investasinya di Indonesia. Oleh sebab itu, meski penghapusan skema power wheeling menjadi salah satu poin pertimbangan, pemerintah tetap berkomitmen untuk memajukan pembangunan energi terbarukan melalui kerangka kebijakan dan regulasi yang mendukung pertumbuhan serta kemandirian sektor ini.
Dalam kesimpulannya, Kementerian ESDM terus mengawal proses pembahasan RUU EBET dengan mengedepankan prinsip-prinsip kedaulatan dan keberlanjutan energi, serta memastikan bahwa semua pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, dapat berkontribusi dalam masa depan energi Indonesia yang bersih dan mandiri.