JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengungkap kasus dugaan korupsi yang melibatkan transaksi jual beli gas bumi antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk dan PT Inti Alasindo Energi (PT IAE)/Isargas. Dalam perkembangan terbaru, dua mantan pejabat tinggi PGN, yakni mantan Direktur PT PGN Tbk, Danny Praditya, dan mantan Komisaris PT IAE, Iswan Ibrahim, telah resmi ditahan oleh KPK.
Tindak lanjut penahanan ini mengundang perhatian publik, terlebih karena kasus ini berpotensi menyebabkan kerugian negara yang cukup signifikan, yang diperkirakan mencapai sekitar US$ 15 juta atau setara dengan Rp 252,2 miliar. Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang juga merujuk pada Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
PGN Hargai Proses Hukum dan Tegaskan Tidak Akan Ganggu Operasional Perusahaan
Menanggapi langkah KPK tersebut, Corporate Secretary PT PGN Tbk, Fajriyah Usman, memberikan penjelasan bahwa perusahaan menghormati proses hukum yang tengah berlangsung. Menurut Fajriyah, meskipun kasus ini melibatkan mantan pejabat tinggi perusahaan, PGN tetap berkomitmen untuk mengedepankan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) dalam setiap aspek operasionalnya.
“PGN sebagai Subholding Gas Pertamina sangat menghargai proses hukum yang sedang berlangsung dan terus berupaya memastikan sistem kepatuhan perusahaan berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kami pastikan bahwa langkah penegakan hukum oleh KPK ini tidak akan mengganggu operasional perusahaan, layanan kepada pelanggan, dan keberlanjutan bisnis perusahaan di masa depan,” ujar Fajriyah.
PGN menegaskan bahwa perusahaan tetap fokus pada visi dan misinya untuk menjaga kualitas layanan kepada pelanggan, serta melaksanakan kegiatan bisnis secara profesional dan transparan. Pihak PGN juga memastikan bahwa meskipun ada kasus ini, tidak akan ada dampak yang signifikan terhadap kegiatan operasional sehari-hari.
Dugaan Korupsi Jual Beli Gas: KPK Temukan Kerugian Negara yang Besar
Kasus ini berawal dari dugaan korupsi dalam transaksi jual beli gas antara PGN dan PT IAE/Isargas pada periode 2017 hingga 2021. KPK menemukan indikasi bahwa terdapat penyimpangan dalam transaksi tersebut yang berujung pada kerugian negara. Dugaan korupsi ini terkait dengan harga jual beli gas yang tidak wajar, yang mengakibatkan kerugian besar bagi negara.
Penyidikan ini juga melibatkan pihak swasta lainnya yang memiliki peran dalam transaksi tersebut, yakni PT Inti Alasindo Energi. Kerugian yang diperkirakan sebesar US$ 15 juta menunjukkan skala masalah yang cukup besar, yang mempengaruhi sektor energi dan keuangan negara. Dalam proses penyidikan, KPK telah mengidentifikasi adanya tindakan korupsi yang melibatkan pihak-pihak tertentu yang memiliki kewenangan dalam transaksi jual beli gas tersebut.
Pengamat BUMN: Penanganan Kasus Korupsi BUMN Butuh Perbaikan Tata Kelola yang Lebih Ketat
Menanggapi perkembangan kasus ini, pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Herry Gunawan, memberikan pandangannya terkait langkah selanjutnya yang harus diambil oleh pemerintah dalam menghadapi kasus korupsi di BUMN, khususnya yang melibatkan PGN. Herry menilai bahwa kasus seperti ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang bertanggung jawab atas pengelolaan seluruh BUMN.
"Untuk ke depannya, Danantara harus membentuk satuan tugas khusus yang mengawasi tata kelola perusahaan BUMN. Banyak kasus korupsi besar yang terjadi karena pengabaian atau pelanggaran tata kelola yang buruk, dan ini menjadi persoalan serius yang harus ditangani dengan hati-hati," ujar Herry.
Selain itu, Herry juga menekankan bahwa aparat penegak hukum tidak boleh hanya memfokuskan perhatian pada pelaku langsung dalam kasus korupsi, tetapi juga harus menarik pihak berwenang yang gagal menjalankan tugas mereka dengan baik, seperti Dewan Komisaris yang seharusnya mengawasi kegiatan di perusahaan.
Pentingnya Reformasi Tata Kelola di BUMN untuk Mencegah Korupsi
Herry menambahkan bahwa untuk mencegah terulangnya kasus-kasus korupsi besar di BUMN, pengawasan terhadap implementasi tata kelola perusahaan yang baik harus diperketat. "Pencegahan korupsi dimulai dengan tata kelola yang baik. Tanpa itu, kita akan terus melihat kasus-kasus serupa yang merugikan negara dan merusak citra BUMN," tambah Herry.
Bahkan, kasus ini turut menggugah keprihatinan atas pentingnya keberlanjutan dan transparansi dalam pengelolaan perusahaan milik negara. Kasus ini menjadi pengingat bahwa korupsi dalam sektor BUMN bukan hanya merugikan perusahaan, tetapi juga berdampak pada masyarakat yang bergantung pada layanan yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
KPK Tindak Tegas Pelaku Korupsi di Sektor Energi dan Sumber Daya Alam
KPK, sebagai lembaga yang bertugas memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia, terus menunjukkan komitmennya untuk menindak tegas kasus-kasus korupsi, terutama yang melibatkan sektor energi dan sumber daya alam. Dalam hal ini, kasus korupsi yang melibatkan PGN menjadi salah satu contoh betapa rentannya sektor energi terhadap penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan transaksi yang dapat merugikan negara.
Dengan kerugian yang besar, KPK diharapkan dapat terus memperkuat penyidikan dan penuntutan terhadap seluruh pihak yang terlibat dalam praktik korupsi ini. Hal ini diharapkan tidak hanya memberikan efek jera kepada pelaku korupsi, tetapi juga memperbaiki tata kelola di sektor BUMN, sehingga transaksi dan bisnis di sektor energi dapat berlangsung dengan lebih transparan dan adil.