JAKARTA - Kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan dampak signifikan terhadap industri manufaktur di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu sektor yang merasakan dampak langsung adalah industri komponen otomotif. Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) mengungkapkan kekhawatirannya atas tarif impor sebesar 32% yang diterapkan Amerika Serikat terhadap produk-produk komponen otomotif Indonesia. Kebijakan ini dipandang sebagai hambatan besar yang dapat mempengaruhi daya saing industri otomotif nasional di pasar global.
Tarif Impor Trump Membebani Industri Komponen Otomotif Indonesia
Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki, menyatakan bahwa kebijakan tarif impor ini mengancam keberlangsungan ekspor komponen otomotif Indonesia, terutama karena Amerika Serikat merupakan salah satu pasar terbesar bagi produk ini. "Ekspor komponen otomotif Indonesia ke AS saat ini berada di posisi kedua terbesar setelah Jepang. Dampak kebijakan tarif yang tinggi tentu sangat besar bagi industri kita. Sebelumnya, tarif masuk ke AS relatif kecil, namun sekarang produk Amerika yang masuk ke Indonesia dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi," ungkap Rachmat dalam keterangan resmi yang diterima.
Meskipun kebijakan tersebut memberatkan, GIAMM mengusulkan langkah strategis untuk menghadapinya. Rachmat menegaskan perlunya pendekatan timbal balik atau reciprocal tariff sebagai solusi jangka pendek yang lebih adil. "Jika mereka mengenakan tarif tinggi terhadap produk kita, maka kita perlu melakukan penyesuaian dengan membalas tarif mereka. Ini adalah langkah yang perlu diambil untuk menciptakan keseimbangan," jelasnya.
Selain kebijakan tarif yang tidak seimbang, GIAMM juga menyoroti potensi masuknya produk komponen otomotif murah dari China ke pasar Indonesia. Mengingat hubungan dagang yang tegang antara Amerika Serikat dan China, produk-produk dari China yang masuk ke Indonesia mungkin akan semakin meningkat. "Produk murah dari China, terutama untuk kebutuhan aftermarket, dikhawatirkan akan memperlemah daya saing produk lokal kita," kata Rachmat.
Solusi GIAMM: Perlindungan dengan Kebijakan Non-Tarif
Sebagai solusi jangka panjang, GIAMM mendorong penerapan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang lebih ketat. Dengan penerapan kebijakan ini, Indonesia dapat melindungi industri nasional dari produk impor yang kualitasnya tidak kompetitif, namun dapat masuk dengan harga yang sangat rendah. "Kami sangat mengharapkan adanya kebijakan hambatan non-tarif untuk menjaga keberlanjutan dan daya saing produk komponen otomotif Indonesia," kata Rachmat.
Selain itu, GIAMM juga mengajak pemerintah untuk terus memperkuat diplomasi perdagangan dengan negara-negara mitra, termasuk Amerika Serikat, untuk memastikan bahwa industri otomotif Indonesia tetap mendapatkan perlindungan yang memadai, dan bisa tumbuh serta berkontribusi pada perekonomian nasional.
Optimisme Meski Menghadapi Tantangan
Meski tantangan yang dihadapi cukup besar, GIAMM tetap optimis bahwa pasar Amerika Serikat masih memiliki potensi bagi produk Indonesia, asalkan tarif yang dikenakan terhadap China tidak lebih rendah dari Indonesia. "Kami tetap optimis, karena selama tarif yang dikenakan terhadap produk China tidak lebih rendah dari kita, produsen dalam negeri masih memiliki peluang untuk bersaing di pasar AS," tutup Rachmat.
Industri Kendaraan Bermotor Tidak Terpengaruh Tarif Trump
Sementara itu, untuk industri kendaraan bermotor, kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat tidak memberikan dampak signifikan. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie Sugiarto, menegaskan bahwa sampai saat ini Indonesia belum mengekspor kendaraan bermotor secara utuh (completely built up/CBU) ke pasar AS. "Hingga saat ini, kami belum mengekspor mobil utuh ke AS, sehingga kebijakan tarif impor ini tidak berdampak langsung terhadap industri mobil Indonesia," ujar Jongkie.
Namun, meskipun ekspor kendaraan utuh tidak terkena dampak tarif Trump, Jongkie mengakui bahwa ekspor komponen kendaraan dalam bentuk terurai (completely knocked down/CKD) mungkin akan terpengaruh oleh kebijakan ini. "Meskipun ekspor kendaraan utuh tidak terdampak, ekspor suku cadang atau komponen kemungkinan akan terkena dampak," jelasnya.
Kondisi Ekspor Mobil Indonesia dan Sektor Otomotif Secara Umum
Menurut data dari Gaikindo, ekspor mobil Indonesia pada Februari 2025 tercatat sebanyak 36.789 unit, yang mengalami kenaikan 5,5% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pasar utama tujuan ekspor mobil Indonesia adalah negara-negara ASEAN, Timur Tengah, dan Meksiko. Toyota menjadi produsen yang paling banyak mengekspor mobil dengan total 11.827 unit, disusul oleh Mitsubishi Motors sebanyak 9.272 unit, dan Daihatsu dengan 6.888 unit.
Namun, meskipun ekspor kendaraan utuh Indonesia tidak terganggu tarif Trump, dampak kebijakan tarif tersebut tetap memengaruhi beberapa sektor produk lain yang diekspor ke pasar Amerika Serikat, seperti tekstil, sepatu, produk pertanian, serta mesin dan peralatan.
Toyota Menyikapi Kebijakan Tarif Trump
Sebagai eksportir terbesar, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) turut memberikan respons terhadap kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Trump. Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam, menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi menyebabkan kenaikan harga pada produk ekspor Indonesia, seperti tekstil, sepatu, dan produk pertanian. "Kenaikan harga tentu akan mempengaruhi permintaan konsumen di AS," jelas Bob.
Meskipun demikian, Bob Azam menilai bahwa dampak kebijakan tarif terhadap industri otomotif Indonesia tidak terlalu signifikan, karena ekspor komponen ke AS yang dilakukan oleh TMMIN tidak dalam jumlah besar. "Kami ada ekspor komponen ke AS, tetapi jumlahnya tidak signifikan," katanya.
Strategi Diplomasi Perdagangan Indonesia
Sebagai langkah mitigasi terhadap dampak kebijakan tarif, Bob Azam menyarankan Indonesia untuk fokus pada pengembangan pasar domestik dan memperkuat kerjasama dengan negara-negara di kawasan ASEAN. "Indonesia bisa lebih perhatian terhadap kerjasama di pasar ASEAN dan memimpin ASEAN dalam kerjasama dengan kawasan lain, seperti negara-negara Selatan dan BRICS," tambahnya.
Selain itu, Bob juga menekankan pentingnya diplomasi perdagangan yang lebih intens dengan Amerika Serikat, mengingat Indonesia tercatat memiliki surplus perdagangan yang cukup besar dengan negara tersebut. Surplus perdagangan Indonesia dengan AS mencapai USD 3,1 miliar pada periode Januari-Februari 2025, sebuah angka yang mencerminkan pentingnya hubungan dagang antara kedua negara.