JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah yang terus berlanjut memicu bank-bank besar di Indonesia untuk memperkuat strategi dalam menjaga likuiditas valuta asing (valas). Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah tercatat turun sebesar 69,5 poin menjadi Rp16.891 per dolar AS, yang menunjukkan tekanan yang semakin besar terhadap mata uang domestik. Menghadapi kondisi ini, sejumlah bank nasional mengungkapkan langkah-langkah yang mereka ambil untuk mengelola dan menjaga kestabilan likuiditas valas guna menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks.
Bank Mandiri: Diversifikasi Sumber Dana dan Pendanaan Non-DPK
Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), M. Ashidiq Iswara, menjelaskan bahwa bank ini memiliki berbagai alternatif untuk mendanai kegiatan operasional dan memenuhi kebutuhan likuiditas dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar. Bank Mandiri, yang salah satu bank terbesar di Indonesia, mengandalkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas serta pendanaan non-DPK melalui transaksi bilateral, club deal, hingga penerbitan surat utang.
Ashidiq menegaskan bahwa strategi ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan soliditas dalam pengelolaan likuiditas. Dalam hal ini, club deal menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang memungkinkan keterlibatan lebih dari satu bank sebagai kreditur dalam transaksi sindikasi, sehingga dapat memperbesar daya tahan likuiditas bank.
"Terbaru, kami baru saja menerbitkan Euro Medium Term Note (EMTN) senilai US$800 juta pada 24 Maret 2025 dengan proceed yang digunakan untuk pengembangan bisnis perseroan," kata Ashidiq kepada Bisnis.com.
EMTN adalah instrumen utang jangka menengah yang diterbitkan oleh perusahaan, lembaga keuangan, atau pemerintah, dengan jangka waktu antara satu hingga sepuluh tahun, dan merupakan cara bagi Bank Mandiri untuk mendapatkan dana dari pasar Eropa dengan biaya yang lebih efisien.
Pertumbuhan Kredit Valas Bank Mandiri
Bank Mandiri juga mencatatkan pertumbuhan yang signifikan dalam hal penyaluran kredit valas. Per Desember 2025, kredit valas bank ini tumbuh sebesar 10,12% secara tahunan (year on year / YoY), sejalan dengan komitmen mereka dalam mendukung pembiayaan nasabah global, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan dalam mata uang asing.
Selain itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) valas Bank Mandiri juga tercatat tumbuh sebesar 5,92% (YoY). Menurut Ashidiq, transaksi yang mendominasi dalam penghimpunan DPK ini berasal dari aktivitas trade finance dan treasury, yang menjadi kebutuhan utama bagi nasabah korporasi dengan jaringan internasional.
Bank Central Asia: Mengelola Posisi Devisa Neto Secara Konservatif
Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga menyiapkan langkah-langkah konkret untuk mengelola risiko yang terkait dengan eksposur valuta asing. Salah satu cara yang diterapkan adalah dengan menjaga rasio Posisi Devisa Neto (PDN) secara konservatif. PDN BCA tercatat sebesar 0,3% per Desember 2024, yang jauh di bawah batas maksimum 20% yang ditetapkan oleh regulator. Rasio ini menunjukkan bahwa BCA menjaga eksposur valuta asing dengan hati-hati, sehingga dapat menghadapi volatilitas pasar dengan lebih baik.
Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, menjelaskan bahwa pihaknya selalu melakukan pengelolaan risiko secara terukur dengan cara penetapan dan kontrol limit risiko pasar. Selain itu, BCA juga rutin melakukan stress test untuk mengukur potensi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas keuangan bank.
"BCA juga konsisten melakukan stress test dalam mengukur risiko, termasuk dengan melakukan penetapan dan kontrol limit risiko pasar," kata Hera kepada Bisnis.com.
Lebih lanjut, Hera menambahkan bahwa pencadangan likuiditas BCA terjaga dengan solid. Pencadangan Loan At Risk (LAR) BCA tercatat sebesar 76,9%, yang merupakan salah satu yang tertinggi di industri perbankan. Di sisi lain, rasio pencadangan Non-Performing Loan (NPL) BCA juga sangat baik, tercatat sebesar 208,5%. Angka ini menunjukkan bahwa BCA memiliki kesiapan yang cukup dalam menghadapi potensi ketidakmampuan bayar dari debitur di tengah ketidakpastian ekonomi.
Bank Negara Indonesia: Kewaspadaan dalam Penyaluran Kredit Valas
Sebagai bank yang turut berkontribusi besar dalam perekonomian Indonesia, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga mengungkapkan langkah-langkah hati-hati dalam penyaluran kredit valas. Sekretaris Perusahaan BNI, Okki Rushartomo, menjelaskan bahwa bank ini hanya memberikan kredit valas kepada debitur yang memiliki manajemen risiko valas yang prudent dan memiliki natural hedge dalam model bisnis mereka.
"BNI selalu menjaga kecukupan likuiditas di atas rasio yang ditetapkan oleh regulator eksternal dalam pengelolaan likuiditas valas," ujar Okki kepada Bisnis.com.
Bahkan, saat ini posisi likuiditas BNI, termasuk likuiditas valas, tercatat cukup ample. Hal ini terlihat dari rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) BNI yang terjaga di angka 151,72%, serta rasio Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang berada di angka 135,13%, keduanya jauh di atas ketentuan yang ditetapkan oleh regulator.
Selain itu, BNI juga mencatatkan posisi alat likuid dolar Amerika Serikat yang cukup besar, sebagai langkah antisipasi untuk mengatasi risiko ketidakpastian ekonomi global.