JAKARTA - Inflasi medis yang terus meningkat menjadi tantangan besar bagi industri asuransi kesehatan di Indonesia. Dengan biaya kesehatan yang kian melambung, perusahaan asuransi harus mengeluarkan pembayaran klaim yang lebih besar, sementara pengelolaan risiko klaim yang berlebihan dapat mengganggu stabilitas keuangan perusahaan. Menanggapi hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang merancang sebuah regulasi baru yang dapat menjadi solusi atas permasalahan ini.
Regulasi tersebut, yang dikenal dengan nama Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, memiliki beberapa ketentuan penting yang mengatur bagaimana produk asuransi kesehatan harus dioperasikan, salah satunya adalah penerapan sistem pembagian risiko atau co-insurance pada produk asuransi kesehatan yang mencakup rawat jalan. Berdasarkan aturan tersebut, pemegang polis, tertanggung, atau peserta asuransi akan dikenakan co-insurance sebesar minimal 10% dari total klaim yang diajukan.
Peningkatan Standar Keamanan dan Pengawasan
Selain ketentuan tentang co-insurance, dalam RSEOJK yang tengah disusun OJK, terdapat aturan yang mengharuskan perusahaan asuransi kesehatan untuk memiliki keandalan sumber daya manusia (SDM) dan sistem informasi yang baik. Salah satunya adalah kewajiban untuk memiliki Medical Advisory Board (MAB) dan sistem teknologi informasi (TI) yang dapat mendeteksi potensi penipuan (fraud) dalam proses klaim.
“Kami menyambut baik langkah regulator untuk meningkatkan standar dan pengamanan pada sistem pengelolaan risiko di industri asuransi. Dalam upaya meminimalkan potensi fraud, Generali Indonesia sendiri telah mengadopsi teknologi artificial intelligence (AI) untuk membantu proses klaim. Dengan adanya kebijakan ini, kami yakin industri asuransi akan semakin siap dari berbagai sisi, baik dari SDM maupun teknologi,” jelas Windra.
Implementasi teknologi AI dalam proses klaim yang digunakan oleh Generali Indonesia bertujuan untuk meminimalkan kesalahan manusia dan mencegah terjadinya penipuan dalam klaim asuransi. Teknologi ini memungkinkan perusahaan untuk mendeteksi pola klaim yang mencurigakan dengan lebih cepat dan efektif.
Studi dan Koordinasi Internal
Sebagai bagian dari proses untuk mempersiapkan regulasi baru ini, Generali Indonesia juga tengah melakukan koordinasi internal untuk mempelajari lebih dalam tentang RSEOJK dan dampaknya terhadap operasional perusahaan. Windra menambahkan bahwa perusahaan masih dalam tahap pembahasan dan akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, baik internal maupun regulator, untuk memastikan implementasi yang tepat.
“Kami terus mempelajari dan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa kebijakan ini dapat berjalan dengan baik. Kami percaya, regulasi yang akan diterapkan oleh OJK nantinya akan membawa dampak positif, tidak hanya bagi perusahaan asuransi, tetapi juga bagi nasabah dan masyarakat,” ujar Windra.
Harapan untuk Masa Depan
Selain mengatasi tantangan inflasi medis, Generali Indonesia berharap bahwa regulasi baru ini bisa menciptakan keseimbangan yang baik antara perlindungan nasabah dan keberlanjutan bisnis asuransi. Dalam jangka panjang, perusahaan asuransi juga berharap agar regulasi ini dapat menjaga akses layanan kesehatan yang tetap terjangkau bagi masyarakat.
“Kami juga berharap agar regulasi ini bisa menciptakan keseimbangan yang baik antara perlindungan nasabah, keberlanjutan bisnis asuransi, dan yang paling penting, akses layanan kesehatan yang tetap terjangkau oleh masyarakat,” tambah Windra.
Sebagai penutup, Windra menekankan bahwa dengan adanya regulasi yang jelas dan sistem yang terjamin, industri asuransi kesehatan di Indonesia akan semakin siap untuk menghadapi tantangan masa depan, serta dapat memberikan layanan yang lebih baik dan lebih efisien bagi seluruh masyarakat.