JAKARTA - Sleman, sebuah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, saat ini menghadapi tantangan serius dalam upayanya memberikan bantuan sosial (bansos) kepada anak-anak terlantar. Berdasarkan data terbaru dari Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Sleman, terdapat sebanyak 1.391 anak terlantar. Jumlah ini bahkan belum termasuk anak balita terlantar yang mencapai angka 51. Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya refokusing anggaran tahun 2025, yang mengakibatkan hanya 281 anak dapat menerima bantuan pemerintah.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Sleman, Sarastomo Ari Saptoto, membawa perhatian pada situasi mendesak ini dalam sebuah konferensi pers yang diadakan di kantornya. Definisi terlantar secara umum adalah karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup, seperti makanan bergizi dan pakaian layak. Ini yang saat ini sedang kita tangani di Sleman.
Anak Terlantar di Sleman: Potret dan Tantangan
Anak-anak terlantar di Sleman tersebar di berbagai kapanewon, dengan tujuh kapanewon memiliki lebih dari 100 anak terlantar. Wilayah tersebut meliputi Moyudan, Seyegan, Berbah, Kalasan, Sleman, Turi, dan Cangkringan. Sebelum adanya pemotongan anggaran, Pemkab Sleman rutin menyalurkan bantuan sosial untuk mendukung anak-anak ini. Setiap anak menerima Rp200.000 per bulan, dengan rincian Rp150.000 untuk pangan dan Rp50.000 untuk sandang. Namun, pada tahun 2025, fokus anggaran yang mengalami pengurangan drastis menyebabkan hanya sebagian kecil anak yang bisa menerima bantuan.
Upaya Penyelamatan dan Seleksi Ketat Penerima Bansos
Pemkab Sleman harus menghadapi kenyataan bahwa hanya sebagian anak yang dapat menerima bansos pada tahun ini, meskipun sebelumnya ada rencana untuk memperluas cakupan. “Pada 2024, sasaran bansos untuk anak terlantar lebih banyak, mencapai 515 orang. Namun, dengan refokusing anggaran ini, rencana tersebut harus diubah,” tambah Ari.
Kapanewon Turi dipilih menjadi wilayah dengan sasaran penyaluran bansos paling banyak, yakni 79 orang. Rinciannya, Kalurahan Bangunkerto 48 orang; Donokerto delapan orang; Girikerto dua orang; dan Wonokerto 21 orang. Sementara itu, di Kapanewon Moyudan, ada 68 sasaran dengan rincian 12 orang di Kalurahan Sumberagung; 17 orang di Sumberarum; 28 orang di Sumberrahayu; dan sebelas orang di Sumbersari.
Namun, tanpa bantuan yang memadai, banyak anak terlantar yang tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Untuk mengatasi situasi ini, Dinsos Sleman akan menerapkan seleksi yang lebih ketat demi memastikan bahwa bantuan disalurkan kepada mereka yang paling membutuhkan. "Warga miskin akan menjadi prioritas daripada warga rentan miskin," tegas Ari.
Perspektif Legal dalam Pengangkatan Anak Terlantar
Menghadapi penanganan kasus anak terlantar, Dinsos Sleman juga harus mempertimbangkan prosedur dan regulasi terkait adopsi. Pekerja Sosial Dinsos Sleman, Nurul Jannah, mengungkapkan bahwa tindakan pengangkatan anak terlantar tidak bisa diputuskan secara sembarangan. “Ada empat lembaga yang sudah berizin untuk mengurus pengangkatan anak, salah satunya adalah Balai Rehabilitasi Sosial dan Pengasuhan Anak di Bimomartani,” ungkap Jannah.
Dengan peraturan yang ketat, setiap calon orang tua angkat harus melalui proses seleksi dan evaluasi menyeluruh untuk memastikan bahwa anak-anak tersebut akan mendapatkan lingkungan yang aman dan mendukung.
Solusi dan Harapan ke Depan
Keterbatasan anggaran dan kebutuhan untuk refocusing dana mengajarkan pentingnya strategi inovatif dan solusi jangka panjang dalam menangani masalah anak terlantar di Sleman. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan meliputi kemitraan dengan sektor swasta dan organisasi non-pemerintah untuk menambah dana bansos, pelatihan pengembangan keterampilan bagi keluarga anak terlantar untuk mengurangi pengeluaran, dan memperkenalkan program nutrisi terjangkau.
Melalui kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait, ada harapan bahwa setiap anak di Sleman dapat memperoleh kesempatan dan dukungan yang mereka butuhkan untuk tumbuh dengan baik, meskipun dalam situasi yang penuh tantangan sekalipun.
Situasi ini memang menghadirkan tantangan besar bagi Pemkab Sleman, tetapi juga menjadi peluang untuk mewujudkan solusi-solusi kreatif dan inovatif demi masa depan anak-anak terlantar yang lebih baik. Keharusan untuk fokus pada prioritas dan keberlanjutan dalam penggunaan anggaran adalah kunci untuk menghadapi masalah ini dengan cara yang paling efektif dan manusiawi.